Eks Ketua KPU: Ini Masalah Serius, Bisa Dipidana

Eks Ketua KPU: Ini Masalah Serius, Bisa Dipidana
Tim dari KPU Buleleng melakukan verifikasi DPT Pemilu 2019 ke para WNA yang mengantongi e-KTP. Foto: Eka Prasetya/Radar Bali/JPNN.com

Secara undang-undang, sambung Jondra, WNA semestinya tidak berhak mendapat surat suara. Namun, karena sudah terlanjur sudah masuk DPT maka surat suaranya diadakan.

Akibatnya terjadi pemborosan surat suara, anggaran membengkak. “Padahal dia (WNA) tidak berhak mencoblos tapi dapat surat suara. Bayangkan, satu orang disiapkan lima surat suara, tapi tidak dipakai," beber pria yang juga dosen itu

Untungnya sekarang pemilih selain membawa formulir pencoblosan juga diminta membawa e-KTP. Di sini kesempatan KPPS mengecek kewarganegaraan pemilih.

“Artinya penting juga peran masyarakat untuk mengontrol atau mengawasi. Kalau itu dibiarkan bisa pidana karena tidak berhak menggunakan hak pilih diatur dalam undang-undang pemilu,” tukasnya.

Jondra menyarankan, agar WNA yang sudah masuk DPT tidak sampai mencoblos, maka KPU bisa memberi tanda dalam DPT agar yang bersangkutan tidak diberi formulir C-6.

Mantan Ketua KPU Badung, itu menegaskan semua WNA itu tidak memiliki hak pilih. Karena itu, KPU harus mencoret WNA yang sudah masuk DPT supaya tidak diberi formulir C-6 atau formulir mencoblos.

Ditanya kasus seperti ini apakah sudah pernah terjadi dalam pemilu lima tahun lalu, Jondra menyatakan Lima tahun lalu tidak terjadi hal semacam ini. "Baru kali ini," pungkasnya.(rb/san/mus/JPR)


Jondra menyarankan, agar WNA yang sudah masuk DPT tidak sampai mencoblos, maka KPU bisa memberi tanda dalam DPT agar yang bersangkutan tidak diberi formulir C-6.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News