Franchise Muhammadiyah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Franchise Muhammadiyah
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sebagai gerakan politik Muhammadiyah dan NU pernah sama-sama mendirikan Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) pada 1937 dan berubah Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) pada 1943.

Jepang ingin menjadikan Indonesia sebagai bagian dari Gerakan Asia Raya.

Untuk mengambil hati rakyat Indonesia Jepang memperbolehkan umat Islam mendirikan organisasi.

Awalnya Jepang bertindak sangat keras terhadap praktik Islam yang menolak melakukan ‘’seikerei’’ penghormatan dengan membungkuk ke arah matahari sekaligus sebagai penghormatan terhadap Kaisar Hirohito di Jepang yang diyakini sebagai titisan dewa matahari.

Akan tetapi kemudian Jepang menyadari bahwa hal itu akan memunculkan permusuhan dan kebencian yang besar dari kalangan umat Islam. Seikeri pun ditiadakan. Jepang kemudian memberi hati kepada kaum muslim untuk mendapatkan dukungan.

Jepang mengizinkan organisasi-organisasi Islam untuk muncul. Maka organisasi dagang seperti Sarikat Islam dan organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan beberapa organisasi lain kemudian diberi kebebasan.

MIAI yang sangat menentang kolonialisme kemudian dibubarkan penjajah Jepang pada 24 Oktober 1943.

Oraganisasi ini kemudian diganti dengan Masyumi dengan harapan lembaga ini dapat mudah dikontrol oleh pemerintah kolonial.

Menjelang suksesi 2024 yang krusial, NU dan Muhammadiyah menjaga jarak dari partai politik yang dibidaninya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News