GMPG Mulai Mencium Konspirasi Praperadilan Setya Novanto

GMPG Mulai Mencium Konspirasi Praperadilan Setya Novanto
Koordinator Gerakan Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia. Foto: Ricardo/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) mulai mencium konspirasi praperadilan Setya Novanto atas keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka di kasus korupsi e-KTP.

Ketua GMPG Ahmad Doli Kurnia menyebutkan, indikasi adanya konspirasi terlihat dari sikap Cepi Iskandar, Hakim praperadilan Setya Novanto yang mengabaikan kepentingan masyarakat karena tidak menyinggung soal adanya pihak pemohon intervensi pada persidangan Rabu (20/9) di PN Jakarta Selatan.

Padahal, pada sidang sebelumnya sudah ada dua pihak yang telah mengajukan permohonan intervensi. Pertama adalah Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan yang kedua Organisasi Advokat Indonesia (OAI). Setelah sidang ditutup, pihak OAI kemudian mendatangi panitera untuk mempertanyakan hal permohonan intervensi itu.

Pihak panitera menyampaikan bahwa mereka tidak menerima berkas apa pun selain dari pemohon SN dan termohon KPK. Selanjutnya OAI mendatangi pihak Pengadilan Negeri dan didapati bahwa berkas permohonan yang telah disampaikan seminggu lalu tidak diproses.

"GMPG yang ikut hadir mengawal jalannya sidang bersama kawan-kawan OAI menilai bahwa kejadian ini salah satu indikasi kuat adanya konspirasi politik yang dibangun Setya Novanto untuk mempengaruhi peradilan. Sejak awal kami mempertanyakan pertemuan SN dengan Ketua Mahkamah Agung. Sekarang mulai terllihat indikasinya," ucap Doli, Kamis (21/9).

Anehnya, kata dia, ketika ditanya alasan kenapa berkas permohonan intervensi itu tidak disampaikan, jawaban yang dikemukakan oleh pihak administrasi pengadilan adalah kelupaan.

"Kami bisa bayangkan bagaimana karut-marutnya peradilan. Kasus korupsi sebesar e-KTP yang merugikan negara 2,3 triliun, masih ada kata kelupaan. Ini preseden yang sangat buruk bagi reputasi penegak hukum Indonesia," tegas Doli.

Atas tindakan hakim dan PN Jakarta Selatan yang tidak merespons dan mengabaikan permohonan intervensi, kuasa hukum pemohon berencana membawa masalah ini ke Komisi Yudisial. (fat/jpnn)


Dalam kasus korupsi sebesar Rp 2,3 triliun masih ada kata kelupaan.


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News