Hal yang Perlu Anda Tahu soal Polemik Jiwasraya

Hal yang Perlu Anda Tahu soal Polemik Jiwasraya
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko. Foto dok humas

"Janjinya antara 9-13 persen tetapi imbal hasil 7-9 persen. Belum lagi, return yang dibayar ke nasabah itu net (bersih) sedangkan hasil investasi asuransi dikenakan pajak final 15 persen. Itulah yang menyebabkan negative spread (tingkat suku bunga pinjaman yang lebih rendah daripada tingkat suku bunga tabungan)," ujarnya.

Menurut dia, kalau bergulir terus, setiap sen yang masuk berkontribusi terhadap kerugian perusahaan yang pada ujungnya berakibat arus kas negatif. "Itu di sisi desain produk, atau di sisi liabilitas. Dalam lima tahun terakhir 2013-2018, itu dominan menjadi sumber penerimaan premi perusahaan yang utama atau 80 persen dari penerimaan premi," katanya.

Kemudian, dari sisi investasi. Menurut Hexana, sudahlah di kewajiban ke nasabah itu berbiaya tinggi, dari sisi penempatan hasil premi juga sangat jauh dari prinsip kehati-hatian. Jadi, investasi itu digeser atau ditempatkan pada instrumen saham atau reksadana saham. 

"Kenapa pilihannya seperti itu, kalau diinvestasikan dalam bentuk government bond (obligasi pemerintah) yang secara regulasi harus minimal 30 persen, itu tidak akan pernah mengejar janji yang diberikan kepada nasabah," ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, dipilih instrumen-instrumen saham dan reksadana saham. Menurutnya, kalau yang dipilih itu saham blue chip (saham unggulan) tentu volatilitas (besarnya jarak antara naik turunnya harga saham atau valas), tidak akan pernah mencapai jumlah yang dijanjikan. 

Ketika konsentrasi risiko pada saham dan reksadana saham yang kualitas rendah, maka ketika market crash (mayoriyas pasar saham mengalami koreksi, red) maka akan dua kali mengalami masalah. "Ketika market turun dia turun lebih banyak, ketika market recover (pemulihan pasar, red) mungkin mereka tidak recover (pulih, red). Karena itu juga saham-saham yang dibeli performance sudah tidak baik, ketika dibeli bahkan dalam keadaan merugi emiten itu," paparnya.

Dia menambahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2015 telah menemukan terjadinya window dressing (upaya mempercantik laporan keuangan atau portofolio, red) atau penyajian balance sheet (laporan posisi keuangan, red) yang overstated (melebih-lebihkan, red) di sisi aset, tetapi understated (rendah, red) di sisi liabilitas. "Sehingga angka perusahaan sebenarnya semu," tegas Hexana. 

Dia mengatakan overstated di sisi aset yaitu kondisi saham devaluasi (menurun) dengan harga tinggi, sementara di sisi liabilitas perhitungan cadangannya kurang dari ketentuan dan jumlahnya sangat signifikan. 

Komisi VI DPR meminta aparat penegak hukum mencegah direksi perusahaan Jiwasraya periode 2013-2018.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News