Hargai Demokrasi Ala Jogjakarta

Hargai Demokrasi Ala Jogjakarta
Hargai Demokrasi Ala Jogjakarta
JAKARTA - Pihak keraton Jogjakarta meradang ketika seakan-akan ditempatkan di posisi pihak yang antidemokrasi, seiring keinginan pemerintah mengganti model penetapan gubernur/wakil gubernur dengan cara pemilihan. Menurut Adik Sri Sultan Hamengkubuwono X, GBPH (Gusti Bendoro Pangeran Haryo) Prabukusmo, pengisian jabatan gubernur DIY yang identik dengan Sultan adalah bentuk demokrasi budaya.

     

"Yakni, kombinasi paugeran (peraturan, Red) adat internal dengan aturan hukum formal tentang syarat-syarat ketentuan gubernur," ujar Prabukusumo, saat ditemui di Jogjakarta, beberapa waktu lalu. Menurut dia, hal itu lah yang menjadi semangat keistimewaan DIJ sejak awal kemerdekaan.

Dia menyatakan, kalau hukum formal tentang syarat ketentuan kepala daerah di Jogja tidak semestinya bertentangan dengan adat internal. "Seharusnya, tetap bisa berdampingan, jangan malah dihadap-hadapkan," imbuhnya. 

Menurut dia, sejarah pembentukan DIJ beserta segala keistimewaannya telah diamanatkan dalam proklamasi 17 Agustus 1945. Pembentukannya kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No 3 Tahun 1950. Termasuk juga, Amanat Sri Sultan HB IX tertanggal 5 September 1945 dan Amanat Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945.

JAKARTA - Pihak keraton Jogjakarta meradang ketika seakan-akan ditempatkan di posisi pihak yang antidemokrasi, seiring keinginan pemerintah mengganti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News