Hello Baby, Ichik-Ichik with Me?

Hello Baby, Ichik-Ichik with Me?
Suasana dalam sebuah diskotik di Bali. Turis wanita dan pemandu wisata berbaur menjadi satu. Foto: Miftahuddin/Radar bali
Nah, kebanjiran turis-turis asing membuat pemuda-pemuda Indonesia mulai melirik Bali untuk berwisata. "Waktu itu saya masih magang menjadi pemandu wisata di Jogja. Mendengar kabar itu saya langsung pergi ke Bali," ucap pria 57 tahun itu saat ditemui di rumahnya di kawasan Kuta.

  

Kali pertama dia datang, belum banyak pemuda lokal yang membaur dengan wisatawan asing. Kebanyakan adalah mahasiswa Universitas Udayana (Unud) yang ingin mengasah keterampilan berbahasa Inggris dengan para bule. Selain mahasiswa, senimanlah yang banyak bergabung dengan turis asing. Mayoritas seniman itu pendatang dari kota-kota besar di Indonesia. Misalnya, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Jogja. "Tapi, hampir semua orang berpendidikan, minimal S-1, dan mahir berbahasa Inggris," katanya.

  

Kebiasaan Anton saat itu adalah menikmati sunset sambil bermain gitar di bawah pohon kelapa. "Kalau saya sudah nyanyi, bule-bule duduk melingkar di depan saya," ucap pria lulusan Akademi Bahasa Asing Jogja itu. "Pokoknya 85 persen hidup saya dulu untuk gumbul (berkumpul) bule," imbuhnya, lalu tertawa.

  

Pergaulan bebas ketika itu juga tak jauh berbeda dengan sekarang. Menurut dia, jika suka sama suka, mereka lanjut ke "ranjang". Banyak juga di antara mereka yang cocok, lalu menikah.

  

Fenomena anak pantai di Kuta sebenarnya muncul kali pertama sekitar 1970-an. Saat itu kondisi pantai yang dikenal dengan keelokan sunset-nya itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News