Hermawi Taslim: Kerukunan Beragama di Indonesia Menunjukkan Kemajuan

Hermawi Taslim: Kerukunan Beragama di Indonesia Menunjukkan Kemajuan
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Mgr. Ignatius Suharyo dan Ketua Komisi Keluarga Mgr Frans Kopong (duduk di tengah berjaket putih dan hitam) berfoto bersama dengan anggota Ikatan Rohaniwan Rohaniwati Katolik Indonesia Di Kota Abadi (IRRIKA) di Collegio St. Petro, Roma, Minggu (25/10) setelah penjelasan hasil Sinode Para Uskup seluruh dunia di Vatican. FOTO: Hermawi Taslim dari Roma, Italia for JPNN.com

Lebih lanjut, Hermawi Taslim mengatakan kehidupan keagamaan harus dibangun dalam semangat kesetaraan dan saling menghormati. Konflik agama tidak melulu selalu diawali dari persoalan agama itu sendiri tetapi dapat berawal juga dari persoalan sosial kemasyarakatan lainnya.

Oleh karena itu, Taslim menegaskan, para pemuka agama harus sering bertemu dalam konteks kebudayaan dan sosial dengan membangun aksi nyata. Taslim juga mendorong para pemuka agama dan adat untuk menghindari dialog-dialog semu yang sifatnya seremonial belaka.

“Kita harus melakukan tindakan nyata di lingkungan di mana kita hidup dan sekaligus juga peka terhadap persoalan yang muncul di masyarakat sekitar.  Persoalan muncul ketika para pemuka agama tidak peka terhadap dunia sekitar,” ujar Taslim melalui siaran persnya dari Roma, Italia seperti diterima JPNN.com, Selasa (27/10).

Sementara itu, Putut Prabantoro meminta para rohaniwan-rohaniwati Katolik untuk tetap optimistis dalam membangun persatuan bangsa melalui agama, budaya, suku dan adat istiadat.

Cara yang terbaik, Putut Prabantoro mengusulkan, para pemuka agama untuk menyosialisasikan pemikiran-pemikiran pluralisme dan nasionalisme dengan menulis di media masa.

“Mencerahkan kehidupan bersama dalam konteks kerukunan beragama harus dapat dipertanggungjawabkan secara publik. Dengan menulis di media masa, bangsa Indonesia akan tercerahkan dan sekaligus terdorong untuk membangun persatuan Indonesia sebagaimana dicita-citakan para pendiri negara. Jadi menulis di media ukurannya bukanlah soal siapa tetapi soal substansi pemikiran yang ditelorkan,” tegas Putut Prabantoro.

Menurutnya, opini itu tidak mengenal agama, suku ataupun ras. Opini di media, demikian ditegaskan Putut, akan memiliki nilai ketika bisa menggerakan orang lain untuk mencapai suatu tujuan yang positip. Oleh karenanya, adalah perlu bagi para pemuka agama untuk menguji secara publik pemikiran-pemikirannya.(fri/jpnn)

ROMA – Meskipun masih terdapat beberapa kasus terkait kebebasan beragama, namun pada dasarnya terdapat kemajuan yang sangat signifikan dalam


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News