Hidayat MPR: Sjafruddin Telah Bertindak Sebagai Presiden RI

Hidayat MPR: Sjafruddin Telah Bertindak Sebagai Presiden RI
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat berdialog dengan peserta Program Kaderisasi Ulama dari Universitas Darussalam, Gontor, Jawa Timur, Rabu (18/12). Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Masih banyak warga masyarakat belum mengetahui bahwa tanggal 19 Desember telah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara berdasarkan Keppres Nomor 28 tahun 2006. Ini momen penting ketika eksistensi Republik Indonesia yang baru diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945 ketika itu terancam.

Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap oleh penjajah Belanda, pemerintahan RI saat itu lumpuh.

“Maka, Mr. Sjafruddin Prawiranegara beserta tokoh-tokoh nasional segera membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tanggal 19 Desember 1948. Sehingga seluruh bangsa di dunia tahu bahwa Republik Indonesia masih eksis dan berdaulat, meski harus berkantor sementara di Sumatera Barat,” ungkap Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, saat berdialog dengan peserta Program Kaderisasi Ulama dari Universitas Darussalam, Gontor, Jawa Timur, Rabu (18/12).

Hidayat mengingatakan jangan sampai kita melupakan jasa Mr. Sjafruddin sebagai Ketua PDRI, yakni Presiden RI kedua di masa darurat. Kita perlu menguatkan kembali memori sejarah itu, agar pemahaman generasi muda terhadap eksistensi nasional menjadi lebih lengkap.

Sikap kenegarawanan Mr. Sjafruddin sangat jelas, sehingga tokoh nasional dari Partai Masyumi itu memakai istilah Ketua PDRI untuk jabatan yang setara dengan Presiden RI. Padahal, otoritas resmi sebenarnya sudah diserahkan Presiden Soekarno lewat telegram yang menyatakan: “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah mulai serangannya atas Ibukota Yogyakarta. Jika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatera.”

Namun, Mr. Sjafruddin saat itu tidak bisa menerima telegram tersebut karena seluruh jaringan komunikasi telah dirusak tentara penjajah Belanda.

Kepada salah satu media nasional (Harian Pelita, 6 Desember 1978) Mr. Sjafruddin pernah mengungkapkan: “Mengapa saya tidak menamakan diri Presiden Republik Indonesia, tetapi Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia? Yang demikian itu disebabkan karena saya belum mengetahui adanya mandat Presiden Soekarno, dan karena didorong rasa keprihatinan dan kerendahan hati…”.

Dengan istilah Ketua PDRI sebenarnya Mr. Sjafruddin telah bertindak sebagai Presiden RI dengan segala kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh UUD 1945 dan diperkuat oleh mandat Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta, yang waktu itu tidak dapat bertindak sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Menurut Hidayat, tak ada rebutan kekuasaan, dan tak ada sikap arogansi di antara para tokoh pendiri bangsa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News