Hmmm, Ternyata Begini Prosedur KPK Menyadap Telepon

Hmmm, Ternyata Begini Prosedur KPK Menyadap Telepon
Ketua KPK Agus Rahardjo mengikuti RDP dengan Komisi III DPR, Jakarta, Senin (11/9). Rapat tersebut membahas sistem pengawasan terhadap pengelolaan dan manajemen aset hasil tindak pidana korupsi di lembaga tersebut. Foto : Ricardo

Selain itu, mesin penyadap juga punya keterbatasan. Karena itu, nomor hanya bisa berada di dalam mesin selama 30 hari.

“Nomor yang disadap itu untuk 30 hari. Ketika 30 hari terlampaui maka mesin akan cancel dan nomor lain masuk. Jadi, seperti antrean,” tegasnya.
 
Karena itu usurat izin penyadapan hanya berlaku 30 hari pertama. Jika selama 30 hari pertama tidak ada hasil maka untuk kembali menyadap nomor yang sama harus mendapatkan surat perintah yang ditandatangani lima komisioner.

“Jika tidak ada surat perintah penyadapan lagi, akan kami hentikan. Kalau mau diulang, harus diterbitkan sprindap baru,” katanya.

Sedangkan ketika penyadapan selesai, maka Deputi Inda membuat rangkuman. Sebab, tidak semua kata dari mesin sadapan bisa diterjemahkan.

Menurutnya, ada beberapa hal yang tidak dimasukkan karena dianggap sebagai privasi pihak yang disadap. “Jadi, yang ada hubungan dengan penegakan hukum saja,” katanya.

Selama ini, kata dia, hasil audit dari PIPM menyatakan tidak pernah ada nomor yang tak masuk dalam sprindap disadap. “Kami tidak boleh sembarangan,” katanya.
 
Pada RDP itu Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menanyakan kemungkinan penyadapan yang menggandeng provider seluler. Namun, Hary menegaskan bahwa penyadapan tidak ada sangkut pautnya dengan provider.

Menurut dia, provider tidak tahu dengan penyadapan yang dilakukan KPK. “Mereka tidak tahu ada nomor yang disadap. Nomor bisa diketahui hanya di log file KPK. Log file inilah  yang akan diaudit,” katanya.

Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menanyakan ihwal batas waktu perpanjangan penyadapan jika 30 hari pertama dan seterusnya habis. Menurut KPK, perpanjangan itu unlimited alias tidak ada batas waktu.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa lembaganya tak bisa sembarangan menyadap. Sebab, ada mekanisme dan prosedur ketat dalam menyadap untuk penegakan hukum.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News