Ibukota Tak Perlu Hijrah

Ibukota Tak Perlu Hijrah
Ibukota Tak Perlu Hijrah
Berangkat dari kritik Emil, sudah sangat jelas bahwa pengendalian banjir yang merendam Jakarta haruslah dilakukan secara terintegrasi. Keliru jika hanya dibebankan di pundak Gubernur DKI Jakarta. Melainkan, (itu) harus ikut dipikul oleh Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten dan para bupati sekawasan.

Sekiranya kesepakatan 2002 itu diwujudkan dalam bentuk program, dan berjalan pada kurun 2002-2010, banjir Jakarta tidak sedahsyat yang pernah terjadi. Yah, entah kenapa perubahan presiden dan kabinet telah membuat program bersama itu tidak berjalan. Inikah yang disebutkan dengan pengaruh politik kepada kebijakan lingkungan?

Soal klise, apa boleh buat, adalah perlunya dana yang tak sedikit. Sudah pasti triliunan rupiah untuk membantu kelanjutan proyek Banjir Kanal Timur (BKT). Maklum, panjangnya sekitar 21,3 kilometer. Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Banten yang berada di hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane, juga diminta membuat regulasi antara pembangunan dan rasionya dengan tanah resapan air terbuka. Artinya program di hulu, DAS dan hilir dibikin terpadu.

Asian Games

Bulu kuduk kita merinding jika mengetahui bahwa 60 persen air hujan yang pada 1970-an masih diserap tanah Jakarta, tapi kini hanya 10 persen. Banyak sekali konstruksi bangunan menutup tanah, sehingga Jakarta bagai kolam renang digenangi air saat hujan lebat dan direndam banjir kiriman dari Bogor. Makin parah karena tata drainase Jakarta pun amburadul tak terawat.

ADA apa denganmu, Jakarta? "Kemacetan lalu lintas," kata seseorang. "Banjir di musim hujan," kata yang lain. "Karena itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News