Iklan Tak Musti Selalu jadi 'Dewa'

Dari Diskusi Panel 'Netralitas Media dalam Pemilu 2009'

Iklan Tak Musti Selalu jadi 'Dewa'
Iklan Tak Musti Selalu jadi 'Dewa'
JAKARTA - Mungkin di dunia industri media, perbenturan antara kepentingan berita (redaksi) dengan kepentingan usaha (terutama iklan), sudah kerap terdengar. Hal itulah juga yang terlihat turut menjadi salah satu sub-bahasan menarik dalam diskusi panel bertajuk Netralitas Media dalam Pemilu 2009 yang digelar sebagai bagian dari program Anugerah Adiwarta Sampoerna (AAS) 2009, Selasa (31/3), di Jakarta.

Tak ada memang yang sempat mengungkap contoh-contoh dari lingkup pers internasional - seperti kasus redaksi Sydney Morning Herald (SMH) "lawan" manajemen/pemilik lantaran advertorial suatu kali sempat "membungkus" halaman depannya - dalam bagian akhir diskusi yang hangat tersebut. Nyatanya, diskusi terkait isu ini tetap menarik dan memberikan banyak contoh lain dari dalam negeri.

"Ya, sekarang pun kita dari redaksi masih tetap ada pertemuan-pertemuan yang juga melibatkan bagian iklan. Tapi untuk beberapa hal, dalam kebijakan redaksi versus iklan, ada hal yang tidak akan pernah (mau) kita lakukan, berapapun besar uangnya," papar Ahmad Djauhar, Pemred Bisnis Indonesia, merespon lontaran soal masalah itu dari Abdullah Alamudin (Dewan Pers) yang notabene dulu pernah duduk di posisi Ahmad sekarang.

Ahmad lantas memberi contoh soal iklan di "kening koran" (di bagian tengah atas halaman depan, Red) yang pernah ditolaknya, yang menurutnya akan merupakan aib bagi koran. Contoh lain katanya, adalah satu koran di Batam yang sekali pernah dilihatnya, yang hanya punya headline di halaman depan dan sisanya setengah lagi adalah iklan. "Bayangkan itu. Itu kan sama dengan merampas hak-hak pembaca namanya," katanya.

JAKARTA - Mungkin di dunia industri media, perbenturan antara kepentingan berita (redaksi) dengan kepentingan usaha (terutama iklan), sudah kerap

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News