Iming-imingnya Selembar Lima Puluh Ribuan

Iming-imingnya Selembar Lima Puluh Ribuan
Iming-imingnya Selembar Lima Puluh Ribuan
Warno yang punya nama keren Arnold ini datang ke Kuta sekitar tahun 2005 lalu. Layaknya tamu-tamu pada umumnya, si Amit nongkrong dekat warung di belakang penyewaan papan surfing tempat Warno bekerja, di pesisir pantai Kuta.

Sering bertemu dan Amit terlihat ramah, para beach boy ini pun akhirnya akrab. Apalagi, pria asal negeri koloni Inggris, itu kerap mentraktir membelikan kopi atau minuman lain. Warno tidak menyangka Amit memiliki tujuan lain. " Seumur-umur, inilah (disebut gigolo dalam film), pengalaman buruk saya," kenang pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu.

"Setelah diambil gambar dengan kamera besarnya, kami dikasih Rp 50 ribu untuk beli makan, " ucapnya, yang sudah lima tahun tinggal di Bali. Atas munculnya film yang menuding dirinya, menjadi gigolo ini, pria 29 tahun yang berisitrikan bule asal Kanada, itu pun berharap, Amit bisa didatangkan ke Bali. Mengklarifikasi itu semua. Pasalnya, orang tua dan saudaranya di Jawa, terus menanyakan hal tersebut. "Di televisi saya malah ditulis (running text) pelaku. Saya ini korban, dibohongi Amit. Korbanya banyak, sampai ke Candidasa dan Ubud. Ada orang Ubud di wawancarai televisi. Awalnya (warga Ubud) diminta wawancara HIV/AIDS, malah dimasukkan ke film itu (gigolo Bali)," tandasnya.

Dalam kasus ini, dia sempat disarankan untuk menuntut balik, sutradara film. Meski beristrikan orang bule. Dalam segi ekonomi, dia terbilang belum mapan. Rumah, masih ngontrak di bilangan Jimbaran, Badung. Dengan pekerjaan, sebagai instruktur surfing dengan pendapatan tak seberapa. "Kalau saya gigolo, pasti sudah punya rumah, mobil, dan lainnya. Saya  usaha dari nol. Bahkan dulu, nebeng teman, " jelasnya, bernada kesal.

Film Cowboys in Paradise film besutan Amit Virmani, sutradara asal Singapura, memang membuat heboh dinilai berpotensi merusak citra pariwisata pulau

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News