Jangan Jadi Generasi Instan

Jangan Jadi Generasi Instan
Mayor (Inf) Agus Harimurti Yudhoyono. Foto: Dokumentasi pribadi for JPNN

Beliau selalu mengajari saya untuk tough. Kamu harus tough. Bahwa semakin hari hidup itu tidak makin sederhana. Dulu kita merasa Ebtanas berat yah. Begitu sudah melewatinya, eh ternyata lebih berat juga berikut-berikutnya. Enakan kerja, lho kerja juga punya tantangannya sendiri. Semakin hari hidup kita semakin kompleks. Nah kalau kita tidak tough, kita akan terganggu.

Beliau juga selalu mengajarkan nilai-nilai positif. Dalam arti lihat sisi positifnya. Jangan melihat segala sesuatu itu negatifnya terus. Sehingga itu menanamkan optimisme dalam diri saya agar melihat segala sesuatu itu utuh. Alhamdulilah saya mengikuti apa yang beliau ajarkan dan sedikit demi sedikit apa yang beliau sampaikan tentang nilai-nilai positif itu terbukti.

Nasionalisme pemuda saat ini dianggap memudar, apakah perlu semacam konsensus ulang para pemuda? Misalnya dengan menggelar sumpah pemuda lagi?
Kita bisa melihat nasionalisme dari berbagai sisi. Kita tetap bersikap nasionalisme tapi tidak juga tertutup pada dunia luar. Kita tidak akan berkembang kalau seperti itu. Contohnya dulu kita tahu, terbataslah kita mengetahui brand-brand dari luar, sekarang kita di mana-mana ada Mc. Donald, Starbucks, bahkan di Saudi Arabia yang sangat ortodoks.

Yang enggak boleh itu adalah kita hanya mengagung-agungkan negara lain lalu menganggap negara kita itu salah, rusak, enggak bagus. Itu tidak nasionalis. Yang benar adalah bangga dengan apa yang kita miliki tapi tidak cukup dengan bangga. Harus dikritisi. Ini enggak bener nih, kita tolak. Kalau kita lihat ke luar ternyata ada yang bagus, kita adopsi yang bagus, cocok. Kalau enggak sesuai dengan budaya kita, tidak kita gunakan. Enggak semuanya kita adopsi dari luar karena enggak semua bisa cocok. Kalau kita pikir hanya Indonesia yang benar, kita enggak akan maju, kita enggak akan ke mana-mana.

Kalau dibilang perlukah kita adakan lagi sumpah pemuda, kalau pendapat saya itu sesuatu yang formal. Artinya bukan itu kalau menurut saya. Tapi justru bagaimana melalui edukasi kita, sistem edukasi bisa secara formal maupun nonformal. Baik dari sekolah, guru termasuk dari keluarga, orangtua, tokoh masyarakat dan agama. Jangan juga orangtua masa bodoh. Saking sibuknya menitipkan anaknya pada guru dan sekolah, meyakini bahwa anaknya pasti jadi kalau mereka dibayar mahal, sekolahnya bagus. Belum tentu.

Saya mau anak saya bisa berbahasa Inggris karena bahasa internasional. Dengan bisa bahasa Inggris dia bisa baca 100 buku. Kalau dia tidak bisa, dia hanya bisa menunggu itu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia yang kita enggak tahu kapan. Tapi saya lebih enggak suka dia tidak bisa berbahasa Indonesia. It is our our mother language, jadi dia harus bisa. Kadang-kadang saya bingung, kalau ada yang lebih pintar bahasa Inggris dibanding bahasa Indonesianya. Gimana orang Indonesia, lahir di Indonesia, sekolah di Indonesia tapi tidak bisa bahasa Indonesia, hanya bahasa Inggris. Lalu apa kelebihannya? Sedangkan orang Barat iri kita bisa menguasai beberapa bahasa. Nah nasionalisme harus ditanamkan dengan cara-cara popular. Konsep kekinian.

Doktrinasi, zaman dulu, mungkin zaman sekarang kurang dapat diterima dengan baik. Dengan cara-cara lain, misalnya mereka sekarang akrab dengan gadget, social media dan gerakan atau acara anak muda. Nah masukkan di situ, jadikan popular. Orang suruh hormat merah putih aja susah banget. Kalau di tentara jelas tiap Senin upacara. Ada di sebuah negara, di setiap tampilan apapun di media ada benderanya dia. Mau di film apapun harus ada bendera. Jadi tanpa didoktrinkan secara khusus orang akan tahu ini adalah bendera yang kita junjung tinggi.

Soal Pancasila, anak muda zaman sekarang belum tentu tahu Pancasila. Tugas kita bagaimana membuat itu menjadi popular. Bagaimana implementasinya, pendidikan harus lebih dengan cara menarik lagi. Cara –caranya bergeser lebih kreatif. Pada dasarnya kita punya rasa nasionalis. Waktu Timnas Garuda Muda melawan Korsel contoh sederhana. Itu segenap bangsa Indonesia merayakan itu, semua warga bangsa berdoa supaya menang.

SUDAH banyak tokoh muda dari kalangan sipil dari berbagai bidang yang dikenal publik karena mampu menunjukkan prestasi. Namun, sosok muda dari bidang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News