Jangan Jadi Generasi Instan

Jangan Jadi Generasi Instan
Mayor (Inf) Agus Harimurti Yudhoyono. Foto: Dokumentasi pribadi for JPNN

Anda dikenal suka berolahraga, siapa olahragawan yang anda idolakan?
Saya suka NBA. Saya dulu pemain basket di sekolah sampai dengan Akmil. Tentu ada pemain-pemain NBA yang saya idolakan. Ada beberapa lah. Tapi saya switch sedikit ini dibanding favorit saya, lebih baik kita bicara soal harapan saya terhadap olahraga Indonesia. Dengan olahraga kita bisa berkibar. Bangsa yang maju, indikatornya adalah olahraga yang maju. Kenapa, karena olahraga mengedepankan sportivitas. Sportivitas adalah bagian dari peradaban yang maju. Karena itu tidak hanya menjadi ajang beradu antara dua tim, tapi lebih pada semangat sportivitas ada di situ. Itu juga akan mempengaruhi kehidupan sosial lainnya. Dalam kehidupan berpolitik, dalam ekonomi juga demikian.

Kita ingin, saya ingin betul Indonesia bisa menghasilkan atlet-atlet muda dan tim yang berkelas dunia. Seperti timnas Garuda Muda kemarin. Tentu kita tidak ingin mereka cepat puas sehingga hanya euphoria sesaat. Sayang kalau begitu. Mereka muda-muda punya potenasi yang baik. Mudah-mudahan mereka tetap membawa nama Indonesia. Apapun olahraganya.

Di tengah kesibukan, olahraga apa yang sering dilakukan?
Saya lari. Saya dulu suka basket segala macam tapi kan waktunya enggak ada, harus ada tim, harus ada lapangan khusus. Kalau lari kan di mana aja. Pulang kerja, saya bisa lari. Kalau enggak sempat pagi, sore atau malam. Saya setiap hari di mobil ada sepatu lari, tinggal ganti pakaian sebentar, saya lari. Tergantung waktu yang saya punya. Lari bisa refreshing juga mendapatkan ide. Percaya enggak percaya saya banyak mendapat ide sambil lari. Sambil dengerin musik, lari, dapat aja ide-ide. Langsung saya tulis. Kadang-kadang itu momen yang berharga, jadi saya sangat nikmatin berlari.

Apakah Anda suka film? Film favoritnya apa?
Saya kalau film, senang yang ada nilai-nilai. Karena saya tentara saya senang Black Hawk Down. Saya suka film yang based on true story karena lebih terbayangkan ternyata dulu seperti itu. Terus ada keberhasilan dan ada kegagalan. Because, that’s life. Ada up and down. Kemudian bagaimana menyikapi itu semua. Ada leadership, kesetiakawanan, ada banyak nilainya. Ada soal cinta, bagaimana seorang prajurit harus meninggalkan keluarganya. Saya juga senang lihat film Indonesia.

Kalau pemain film favorit saya suka Tom Hanks. Film barunya, 'Captain Phillips, saya belum nonton itu, katanya bagus banget. Saya juga suka film yang project ke depan. Kita bisa memprediksi masa depan. Film-film science fiction yang masuk akal, itu juga kadang-kadang menginspirasi. Dulu film kartun ada komunikasi pakai jam tangan, sekarang sudah kejadian. Itu karena teknologi sudah luar biasa, dengan itu kita bisa termotivasi.
 
Anda punya akun twitter pribadi, sering menulis pendapat atau ide di twitter?
Saya enggak terlalu sering karena kesibukan, tetapi saya senang juga kalau bisa, karena lumayan sekarangh follower-nya. Kan bisa untuk menyuarakan ide atau pendapat tertentu tentang hal-hal positif. Tapi tahu sendiri tidak semua ditanggapi secara positif sering dimasalahkan. Yang penting di social media kita berharap kita menambah kawan kan.

Tapi kadang-kadang saya suka sedih melihat fenomena kenapa orang kok bermusuhan di social media. Kita enggak kenal sama orang ini, kita berkawan di twitter tapi tahu-tahu jadi musuh. Lebih baik kan kalau gitu enggak sama sekali. Padahal itu kan untuk connecting people. Menambah kawan harusnya. Tapi kita tahu sekarang social media menjadi alat politik, menjadi alat menggerakkan sesuatu. Social media seperti dua mata pisau. Kalau positif ya positif, kalau digunakan negatif ya bisa menjatuhkkan sebuah bangsa. Jadi harus bijak menggunakan sosial media.

Apa pesan Anda untuk generasi muda Indonesia jelang Hari Sumpah Pemuda?
Kalau boleh berpesan, kita semua harus optimis dengan masa depan Indonesia, bahwa kita bisa menjadi bagian dari kemajuan negeri ini. Optimis. Itu mendasar. Kita harus terus membangun kapasitas diri kita. Isi terus, wawasan dan intelektual kita. Tapi sekali lagi harus berkarakter. Bangun karakter kita dengan baik, jangan cepat putus asa dan lemah, tidak siap menghadapi tantangan ke depan. Ini mungkin terdengar klise, terlalu idealis. Tapi that’s the key to success. Kuncinya itu. Kalau mau sukses ke depan awali dulu dari diri kita. Terakhir, kita harus maju bersama-sama, menjadi kurang berarti kalau tidak ada kerjasama dari semua profesi. Harus terus bersatu sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda untuk satu tujuan bangsa yang maju.(flo/jpnn)

 

SUDAH banyak tokoh muda dari kalangan sipil dari berbagai bidang yang dikenal publik karena mampu menunjukkan prestasi. Namun, sosok muda dari bidang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News