Jangan Jadi Generasi Instan

Jangan Jadi Generasi Instan
Mayor (Inf) Agus Harimurti Yudhoyono. Foto: Dokumentasi pribadi for JPNN

Dengan bahan yang sama seseorang bisa membuat nuklir untuk senjata pemusnahan massal tapi dengan komposisi yang sedikit berbeda bisa dijadikan tenaga pembangkit listrik. Itu sama bahan dasarnya tapi digunakan oleh aktor yang berbeda otaknya.  Satu untuk kebaikan, satu untuk memusnahkan orang. Itu contoh.

Hal lainnya, kita ingin anak muda kita tidak mudah menyerah. Nah kadang-kadang kita makin menjadi generasi yang instan. Maunya serba cepat. Enggak tahan, enggak bisa menunggu sebentar. Contoh kecil kalau Wi-Fi drop saja, aduh..., kita sudah kesal. Itu sekarang menjadi generasi instan. Nah dalam proses perjalanan kita itu butuh step by step. Dalam proses apapun filosofinya sama, tidak ada sesuatu yang berhasil dengan baik jika diselesaikan secara instan. Harus disiapkan, ditempa, di matangkan. Ya itulah filosofi pedang harus ditempa, makin ditempa makin kuat.

Generasi yang instan yang inginnya shortcut, kadang-kadang menjadi generasi yang lemah mentalnya. Dia tidak cukup kuat menghadapi permasalahan ataupun tantangan. Akhirnya the old generation kadang-kadang mengeluh melihat ini. Dulu kita tanpa apa-apa kita siap. Kita dengan segala keterbatasan kita bisa melawan penjajah. Kenapa anak muda sekarang cengeng? Kenapa sedikit-sedikit mengeluh? Kenapa pesimis? Kenapa selalu melihat selalu negatifnya? Nah ini harus ada striking to the balance, jadi pintar boleh tetapi punya karakter yang kuat.

Saat ini banyak perwira TNI muda yang juga pintar, tapi mengapa mereka tidak setenar para dosen atau akademisi muda lainnya?
Saya pikir karena dua hal. Satu karena mereka terikat dengan kedinasan. Kan ada juga yang tidak tinggal di Jakarta, ada juga yang karena tinggal di luar. Kedua, memang karena belum terbiasa, apalagi dengan media. Enggak semua orang mempunyai kesempatan berbicara seperti ini dengan media. Kadang-kadang merasa takut ataupun ragu-ragu dan sungkan. Itu dipahami.

Tetapi sekarang ini sebetulnya secara institusi diberi ruang yang luas pada para perwira dengan siapapun. Artinya mengajak para pakar. Kita membahas strategi dengan mereka yang memiliki intellectual background di  bidang pertahanan dan keamanan. Walapun mereka sipil, tapi kita undang untuk mendapatkan masukan. Nah memang ini makin terus dibangun. Memang mungkin belum banyak terlihat tokoh-tokoh muda militer yang bisa mengekspresikan pendapat. Kadang-kadang mungkin takut keliru dengan kebijakan pimpinan.

Yang jelas prinsip saya, ke mana pun saya berbicara di forum-forum itu saya tahu etikanya, kebijakan pimpinan dan institusi. Saya pegang betul. Yang ada hanyalah ingin terus sampaikan pesan-pesan baik dari TNI. Itu tadi sinergi, TNI tidak mungkin sendirian. Kita harus bareng-bareng.
 
Apakah Anda ingin menyampaikan pemikiran-pemikiran positif ini melalui bidang militer saja, atau suatu saat nanti terbersit untuk disalurkan melalui panggung politik?
Saya terus terang hingga saat ini fokus dengan apa yang saya kerjakan dan saya lakukan, tugas saya di militer. Dan pandangan-pandangan atau gagasan tertentu tentu saya sangat senang apabila saya share di berbagai forum. Tapi forum akademik. Saya juga selama ini mendapatkan undangan untuk berbicara di forum tertentu, di universitas dan gerakan-gerakan kepemudaan. Tapi tidak berbau politik sama sekali, karena saya masih aktif sebagai militer tentu saya ke mana-mana juga menyuarakan kepentingan TNI yang juga salah satu komponen bangsa.

Kita punya kepentingan bahwa TNI tidak bisa melakukan tugasnya sendiri untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan negeri. Tapi harus bersinergi, harus bersama-sama dengan dengan komponen lainnya. Jadi di sela-sela materi presentasi saya maupun sharing saya dengan berbagai kalangan, saya menitipkan pesan itu. Ingat apapun yang kita lakukan sebagai bangsa Indonesia menuju bangsa dan negara yang maju, mustahil akan tercapai jika negaranya tidak aman. Oleh karena itu mari kita yakinkan itu semua bisa terjamin sehingga kita bisa jalankan negara ini dengan baik. TNI tidak bisa bekerja sendiri untuk itu.

Siapa tokoh yang saat mudanya menjadi idola anda?
Tokoh idola, saya mengidolakan ayah saya. Itu yang paling dekat. Artinya saya tahu persis apa yang beliau lakukan sejak muda begitu. Sejak merintis karirnya dari bawah. Apalagi saya mengikuti jalan yang sama seperti beliau di militer. Jadi tentu saya melihat atau mencari tokoh yang paling dekatlah. Jadi itu yang paling bisa saya jadikan referensi yang baik. Saya melihat beliau betul-betul menyiapkan dirinya setiap saat, dalam kondisi apapun. Menyiapkan kapasitas intelektual, beliau suka membaca sejak muda. Sejak berpangkat masih rendah dulu, sering mengajak saya ke toko buku. Itu pasti, di manapun. Dikasih buku, dijelasin juga apa isinya. Saya dipandu untuk rajin membaca.

SUDAH banyak tokoh muda dari kalangan sipil dari berbagai bidang yang dikenal publik karena mampu menunjukkan prestasi. Namun, sosok muda dari bidang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News