Jejak Pertempuran Dua Korea Masih Tampak

Jejak Pertempuran Dua Korea Masih Tampak
Tentara Korsel mengawasi wilayah Korut dari Pos Observasi Dora. Foto: DOAN WIDHIANDONO/JAWA POS

Jejak pertempuran itu masih tampak. Di beberapa bagian hutan terlihat pagar kawat berduri dengan bendera segi tiga merah. Tulisannya, mine. Ranjau!

”Jangan khawatir. Jalannya sudah aman,” ujar Moon. Darren Tran, remaja Australia yang duduk di sebelah saya, sibuk memotret ladang ranjau itu.

Sesuai namanya, puncak itu adalah pos pengamatan. Mengamati ”musuh” tentu. Di situ ada 34 teropong besar. Tiga di antaranya dipagar, khusus untuk kepentingan militer. Pengunjung harus membayar 500 won (sekitar Rp 6 ribu) untuk ”mengintip” Korut.

Lewat teropong, bisa disaksikan beberapa kota Korut. Kalau cuaca bersahabat, tampak pula patung Kim Il-sung, pemimpin tertinggi Korut saat negara itu didirikan pada 1948.

Titik kunjungan terakhir adalah The Third Tunnel atau Terowongan Penyusup III. Letaknya di bawah bukit, sekitar 10 menit perjalanan bus dari puncak Dora.

Terowongan itu adalah satu di antara empat terowongan yang ditemukan di bawah zona demiliterisasi Korea. Ia ditemukan setelah ledakan di bawah tanah terdeteksi pada 1978.

Tentu, pihak selatan menuduh bahwa utaralah yang membangun terowongan untuk melakukan serangan diam-diam.

Dan Utara pun menyangkal dengan mengatakan bahwa terowongan itu adalah bekas tambang batu bara. Meski, isinya adalah batu gamping dengan rembesan air.

Sesosok prajurit Korsel langsung naik ke bus. Tanpa berbicara, dia langsung menghampiri tiap kursi penumpang yang sudah siap dengan paspor terbuka.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News