Jokowi dan Larangan Bukber

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jokowi dan Larangan Bukber
Presiden Jokowi. Foto: Ricardo/JPNN.com

Acara ini diadakan untuk merayakan Hari Raya Idulfitri dengan saling bermaaf-maafan dan kemudian dilanjutkan dengan makan bersama.

Tradisi ini pun tidak secara ekplisit dianjurkan oleh syariah, tetapi mempunyai dasar ajaran agama yang jelas, karena saling memaafkan akan menyempurnakan pahala puasa yang sudah dilaksanakan sebulan penuh.

Halalbihalal menjadi tradisi yang diprakarsai oleh Bung Karno atas nasihat salah satu ulama pendiri NU (Nahdlatul Ulama) K.H Wahab Chasbullah. Ketika itu Bung Karno merasa prihatin karena para politisi sering berdebat mengenai berbagai persoalan politik kenegaraan, dan sering berujung pada perpecahan pertemanan dan putusnya silaturahmi.

Bung Karno kemudian berkonsultasi kepada Mbah Wahab yang kemudian menasihati supaya mengadakan acara halalbihalal.

Secara harfiah artinya saling menghalalkan, saling memaafkan. Sejak itu halalbihalal menjadi tradisi yang diadakan setiap tahun di semua level pemerintahan dan semua kalangan.

Istilah halalbihalal menjadi kosakata khas Indonesia yang tidak perlu diterjemahkan lagi. Halalbihalal juga menjadi tradisi khas Indonesia yang tidak ditemui di negara lain. Bukber dan halalbihalal menjadi satu paket tradisi Islam di Indonesia.

Dalam surat edarannya Jokowi hanya menyebutkan satu alasan perlarangan bukber, yaitu saat ini masih sedang dalam masa transisi penanganan Covid-19. Alasan dalam surat edaran itu tidak menyebutkan alasan lain dan tidak ada penjelasan lain. Kalau alasannya adalah masa transisi penanganan Covid-19 maka muncul pertanyaan mengapa hanya bukber yang dilarang.

Selama beberapa waktu terakhir, Jokowi sudah tidak memakai masker dalam berbagai acara.

Mumpung masih belum telanjur, Jokowi harus meralat dan mencabut surat edaran larangan bukber Ramadan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News