Jokowi Masih 24 Karat Atau Sekarat?

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jokowi Masih 24 Karat Atau Sekarat?
Presiden Jokowi melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Ilustrasi/Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Dalam tata bahasa Indonesia dikenal istilah homonim atau polisemi.

Satu kata yang mempunyai dua makna. Kata ‘’bisa’’ bermakna dapat atau mampu, tetapi berarti juga racun. Kata karat berarti kotoran pada besi, tetapi punya arti juga sebagai ukuran kemurnian emas.

Emas murni berukuran 24 karat. Pada karat tertinggi ini emas disebut sebagai emas asli alias tulen. Makin rendah dari 24 karat berarti kemurnian emas itu makin menurun.

Karena karat adalah satuan, maka hitungannya dimulai dari satu sampai 24. Karat paling rendah bisa disebut sebagai sekarat, dalam arti satu karat.

Kata sekarat ini pun mengandung polisemi yang bisa menimbulkan multi-tafsir. Sekarat bisa diartikan sebagai satu karat. Namun, merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sekarat bisa juga diartikan sebagai detik-detik menjelang seseorang meninggal dunia.

Sekarat diadopsi menjadi bahasa Indonesia dari bahasa Arab ‘’sakarat al-maut’’ atau lebih sering ditulis ‘’sakaratul maut’’. Sebelum merasakan kematian, manusia akan mengalami keadaan saat roh akan berpisah dari jasad secara perlahan-lahan.

Karat dipakai untuk mengukur kadar kemurnian emas. Namun, karat juga punya makna polisemi karena dipakai untuk mengukur kadar perasaan manusia, misalnya cinta. Seseorang yang cintanya murni secara jenaka menyebut cintanya 24 karat.

Kualitas seseorang dalam berbagai hal kemudian diukur dengan karat. Seseorang yang imannya teguh disebut punya iman 24 karat.

Kalimat bersayap ini menjadi ujian kadar demokrasi Jokowi. Publik akan melihat berapa karat kadar demokrasi Jokowi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News