Kakao Anjlok, Petani Makin Sulit

Kakao Anjlok, Petani Makin Sulit
Kakao Anjlok, Petani Makin Sulit
"Pada sektor industri pengolahan, mereka lebih mengutamakan biji kakao yang berkualitas baik untuk menghasilkan produk olahan yan bermutu tinggi. Untuk menjaga konsistensi kualitas biji kakao yang bermutu itu kita tidak lagi bisa melepaskannya pada petani dengan segala keterbatasan keahlian yang mereka miliki," tegas Zulhefi.

Menurut dia, seiring dengan perubahan alam yang cendrung ekstrim akhir-akhir ini, secara empiris berpengaruh besar terhadap penurunan kualitas produk biji kakao. Jika melihat pada locus permasalahannya, untuk memproduksi biji kakao berkualitas internasional tidak hanya bisa meletakan kesalahan semata-mata ada di tingkat petani. "Kebijakan pemberlakuan BK secara kaku pun punya andil besar merugikan petani kakao," tegasnya.

Terkait dengan BK Kakao, lanjutnya, dalam banyak kesempatan Askindo sudah menyampaikan masukan terhadap pemerintah tentang kelemahan kebijakan BK yang diberlakukan. "Askindo bahkan meminta waktu penundaan BK enam bulan untuk sosialisasi kebijakan tersebut," kata Ketum Askindo, Zulhefi.

Ada sejumlah ketidakadilan dalam BK kakao itu, antara lain dalam penghitungan tarif BK dilakukan dengan mengikuti patokan harga internasional yang menggunakan mata uang Dollar Amerika. "Akibatnya tarif BK juga mengikuti naik turunnya harga pasar dan juga kurs nilai mata uang rupiah terhadap Dollar Amerika. Sehingga tarif BK menjadi tidak terukur. Bagi pebisnis tentunya ketidak-pastian ini menjadi biaya tambahan yang harus diperhitungkan."

JAKARTA - Ketua Asosiasi Kakao Indonesia, Ir Zulhefi Sikumbang mengatakan merosotnya nilai jual kakao satu bulan terakhir hingga ke level Rp15 ribu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News