Karni Ilyas

Oleh Dahlan Iskan

Karni Ilyas
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Memang hukum mengenal doktrin 'praduga tak bersalah' tetapi menerapkannya tidak harus dengan menghitamkan bagian mata di foto itu.

Karni terus menegakkan prinsip itu. Dan menyuarakannya. Belakangan kita tidak melihat lagi ada foto di surat kabar atau majalah yang sebagian wajahnya ditutup warna hitam.

Tentu Karni juga anti-penulisan singkatan untuk seorang tersangka. Menurut Karni, nama tersangka itu harus disebut selengkapnya. Yang penting jangan menghukum bahwa mereka pasti salah.

Kalau ditulis singkatannya justru bisa menimbulkan fitnah. Kasihan orang yang sekantor atau sekampung dengan singkatan nama yang sama.

Saya tentu mendukung prinsip seperti itu. Bahkan saya mendoktrinkan prinsip perlunya wartawan punya keyakinan. Mengapa hanya hakim yang bisa memutuskan berdasarkan keyakinan –di samping berdasar barang bukti dan keterangan saksi.

Wartawan juga harus terlatih untuk memiliki keyakinan mengenai sebuah kejadian. Keyakinan itu akan menjadi bagian dari idealisme jurnalistik.

Misalnya seseorang yang tertangkap basah. Atau terang-benderang dalam melakukan kejahatan. Untuk apa lagi nama masih harus disingkat. Dan fotonya masih harus dihitamkan.

Di mata saya, Karni Ilyas adalah alumnus TEMPO yang paling eksis sekarang ini. Memang masih ada nama seperti Leila Chudhori, si penulis buku terkenal itu. Yang salah satu bukunya berjudul Pulang. Sebuah cerita tentang penderitaan menjadi orang yang dituduh PKI –Partai Komunis Indonesia.

Karni Ilyas akan tetap bisa eksis. Fisik boleh dikurung, tetapi ide tak akan bisa dimatikan. Hilangnya ILC dari tv makin memperkuat tesis bahwa TV tidak akan berumur panjang lagi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News