Kasus Korupsi di Basarnas, Chandra Singgung Pasal 200 UU Peradilan Militer

Kasus Korupsi di Basarnas, Chandra Singgung Pasal 200 UU Peradilan Militer
Penyidik KPK perlihatkan barang bukti uang tunai yang disita dalam OTT terkait dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang di Basarnas, pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

jpnn.com, JAKARTA - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mempertanyakan kenapa pimpinan KPK Johanis Tanak harus meminta maaf terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang berujung penetapan dua oknum perwira TNI jadi tersangka dugaan korupsi di Basarnas.

Keduanya ialah Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Chandra menilai perbedaan pandan terkait langkah KPK itu hal yang wajar selama pandangan tersebut memiliki argumentasi dan dalil.

"Dalam kasus yang sedang dihadapi KPK terkait dugaan korupsi Basarnas, Saya berpendapat bahwa KPK telah sesuai hukum dan tidak melebihi kewenangannya," kata Chandra dalam pendapat hukumnya, Senin (31/7).

Pendapat itu disampaikan Chandra berdasarkan dalil, pertama, merujuk Pasal 198 Ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Beleid itu menjelaskan bahwa tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

"Sedang proses penyidikan dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari PM, Oditur dan penyidik umum," lanjutnya.

Namun, perlu diketahui bahwa tim gabungan tersebut dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan singgung Pasal 200 UU Peradilan Militer. Dia pun heran kenapa KPK minta maaf soal kasus korupsi di Basarnas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News