Kementan Berbagi Pengalaman Penanganan Penyakit Zoonosis

Kementan Berbagi Pengalaman Penanganan Penyakit Zoonosis
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa bersama perwakilan 42 negara peserta Pertemuan Tingkat Menteri Global Health Security Agenda (GHSA) 2018 Ministerial Meeting. Foto: Kementan

Yaitu, brucellosis di Pulau Sumba, NTT pada 2015, rabies NTB dan haemoragic septicaemia (2017), jembrana Bali (2019-2022), dan rabies Bali (2019-2020).

“Kunjungan kerja delegasi negara anggota dan peserta GHSA Ministerial Meeting 2018 tidak saja penting dalam perspektif kemampuan Indonesia mencegah (prevent), mendeteksi (detect), dan menanggulangi (respond) penyakit yang bersifat zoonosis, tetapi juga menunjukkan penerapan fungsi lab yang signifikan dalam menjaga kesehatan hewan, manusia, serta lingkungan,” ungkap Fadjar.

Menurutnya, tantangan besar dalam peternakan dan kesehatan hewan yakni meningkatnya kepedulian global terhadap penyakit hewan lintas batas/penyakit menular yang muncul.

Dengan demikian, laboratorium hewan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kesehatan.

“Kapasitas laboratorium merupakan prasyarat untuk respons yang efektif dan efisien terhadap penyakit hewan lintas batas termasuk zoonosis”, kata Fadjar.

“Kami akan terus tingkatkan kapasitas untuk menyediakan layanan laboratorium melalui program kesehatan hewan nasional di Indonesia, serta kerjasama dengan mitra pembangunan di tingkat regional,” pungkasnya.

Delegasi GSHA mengapresiasi kesediaan BBVet Denpasar untuk berbagi pengalaman ini.

Menteri Kesehatan Uganda Jane Aceng mengaku tertarik dengan fasilitas laboratorium milik Indonesia yang sangat baik.

42 negara peserta Pertemuan Tingkat Menteri Global Health Security Agenda (GHSA) 2018 Ministerial Meeting melakukan kunjungan ke Balai Besar Veteriner (BB-Vet)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News