Keraton Jogjakarta Dituntut Reformasi Internal

Keraton Jogjakarta Dituntut Reformasi Internal
Keraton Jogjakarta Dituntut Reformasi Internal
JAKARTA - Penetapan Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) membawa implikasi positif. Sebagai Sultan sekaligus gubernur atau Paku Alam sebagai Wagub atau sebaliknya, pihak Keraton Kasultanan Jogjakarta maupun Pakualaman dituntut melakukan reformasi internal untuk disesuaikan dengan RUU Keistimewaan (RUUK) Jogjakarta.

"Implikasiny a dahsyat. Sejak undang-undang tersebut berlaku, keraton harus melakukan perubahan ke dalam," ujar Ketua Tim Perumus RUUK Jogja Ganjar Pranowo di gedung parlemen, Jakarta, Selasa (28/8).

Menurut Ganjar, posisi Sultan dan Paku Alam menjadi vital karena keberadaan mereka sebagai pemimpin Jogja. Mau tidak mau pihak keraton harus menyiapkan pemimpin untuk generasi selanjutnya. Seorang Sultan yang akan menjadi gubernur itu harus memenuhi seluruh aturan persyaratan gubernur yang ada. "Maka, tidak boleh ada lagi Sultan tidak bersekolah, Paku Alam tidak bersekolah. Mereka juga harus disiapkan dari sisi usia. Jadi, kalau nanti usianya kurang dari 30 tahun, tidak bisa (jadi gubernur atau Wagub)," ujarnya mengingatkan.

Tidak hanya dari sisi persyaratan, pihak penghageng (sekretariat keraton, Red) juga harus mengantisipasi jika Sultan atau Paku Alam bermasalah saat menjabat. Menurut Ganjar, misalnya seorang HB tersangkut kasus korupsi, jabatan Sultan dimungkinkan tetap ada. "Tapi, konsekuensinya enggak ada lagi kursi gubernur," kata Ganjar.

JAKARTA - Penetapan Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) membawa implikasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News