Keraton Jogjakarta Dituntut Reformasi Internal

Keraton Jogjakarta Dituntut Reformasi Internal
Keraton Jogjakarta Dituntut Reformasi Internal
Jika pihak penghageng tidak menyiapkan seorang Sultan yang baru sesuai persyaratan, seterusnya gubernur dijabat Paku Alam. Demikian pula sebaliknya, jika Paku Alam yang bermasalah. "Kalau (aturan) internal tidak hitam putih, melainkan abu-abu, akan terjadi problem di mereka (keraton) sendiri," kata politikus PDIP itu.

Bagaimana jika terjadi kekosongan di posisi gubernur dan Wagub? Ganjar menyatakan, jabatan itu akan diisi sekretaris daerah. Namun, jabatan itu bersifat sementara karena Sekda tidak memiliki kewenangan penuh. "Kalau semua tidak mampu, presiden akan turun tangan untuk menentukan siapa yang menjadi pemimpin," jelasnya.

Dalam hal ini, Ganjar menegaskan bahwa hal itu merupakan koridor politik yang diberikan UU terhadap Sultan sebagai gubernur dan Paku Alam sebagai Wagub. Dengan UU ini, sedikit demi sedikit ada intervensi formal terhadap aturan internal keraton secara tidak langsung. "Artinya, ada political impact yang harus dilakukan pihak keraton untuk membuat penyesuaian," katanya.

Ganjar menambahkan, aturan itu merupakan implikasi politik. Dengan model begitu, Sultan dan Paku Alam dituntut hati-hati. Bisa jadi, akan muncul implikasi politik besar di dalam keraton jika pergantian di tengah jalan terjadi. "Bahwa dengan seperti ini Anda (Sultan dan Paku Alam, Red) harus berperilaku baik. Semuanya transparan, akuntabel, apalagi soal duit," tandasnya.

JAKARTA - Penetapan Sultan Hamengku Buwono (HB) dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) membawa implikasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News