Ketahuilah, Hanya 59 Persen Puas Layanan Angkutan Online

Ketahuilah, Hanya 59 Persen Puas Layanan Angkutan Online
Sopir taksi konvensiaonal mangkal di pinggir jalan Ahmad Yani, Kota Cilegon. Ilustrasi Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya/dok.JPNN.com

Demikian pula dengan kuota. Perlu dibatasi untuk menghindari ledakan driver yang akan menimbulkan masalah. ”Taksi Uber di London juga dibatasi kuotanya. Dan uber patuh,” tegas Tulus.

Meskipun secara aturan sudah bagus, menurut Tulus, Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 kurang kuat melindungi konsumen.

”Peraturan ini tidak merujuk pasal-pasal dalam Undang-Undang perlindungan konsumen,” katanya.

Di sisi lain, Ketua Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpungan Pengusaha Muda Indonesia (HIMPI) Anggawira sebenarnya setuju dengan aturan Permenhub tersebut.

Namun dalam beberapa hal, menurut Angga aturan tersebut sangat tidak praktis dan ketinggalan zaman.

Seharusnya, menurut Angga, sebelum mengeluarkan peraturan, Kemenhub harus terlebih dahulu siap dalam perangkat pendukung dan infrastruktur. Misalnya soal KIR.

Dengan sistem Uji KIR yang ada saat ini, kewajiban Uji KIR bisa meribetkan para driver. ”Soal tarif, kuota dan lain lain oke lah, tapi dengan KIR seperti ini, prosesnya jadi makin kompleks,” katanya.

Padahal, seharusnya Regulasi harus menyesuaikan dengan penerapan teknologi informasi. Sebagaimana prinsip lahirnya angkutan berbasis online.

Pertikaian driver online dengan angkutan konvensional sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News