Keterbatasan Mesin Apheresis Menjadi Kendala Transfusi Plasma Konvalesen

Keterbatasan Mesin Apheresis Menjadi Kendala Transfusi Plasma Konvalesen
Penyintas atau alumni pasien Covid-19 saat melakukan donor darah plasma konvalesen. Foto: Humas RSLI

jpnn.com, SURABAYA - Chief Executive Officer (CEO) Reblood Leonika Sari mengungkapkan ketersediaan mesin apheresis yang terbatas di unit transfusi darah (UDT) PMI menjadi kendala melaksanakan transfusi plasma konvalesen.

Leon mengatakan jumlah mesin apheresis di Jawa Timur yang paling banyak tersedia berada di Surabaya yakni tujuh unit.

Mesin tersebut terdiri dari satu mesin untuk trombosit apheresis dan enam untuk plasmapheresis.

"Mesin ini, kan, sangat mahal. Satu mesin itu sekitar satu miliar dan tidak semua PMI kota atau Kabupaten itu punya mesin," kata dia dalam program Bincang Online yang disiarkan melalui kanal JPNN.com di Youtube, Selasa (3/8).

Leon juga menuturkan saat ini sudah lebih dari seribu permintaan plasma konvalesen di Jawa Timur, sedangkan mesin apheresis hanya bisa memproses 10 pendonor setiap harinya sehingga terjadi hambatan di antrean pendonor plasma.

"Awal mereka (pendonor plasma, red) berangkat skrining itu banyak yang antre berjam-jam karena mesinnya terbatas. Mungkin sekarang challenge-nya seperti itu yang dihadapi," lanjut Leon.

Sebagai upaya untuk mempermudah transfusi plasma konvalesen yang dibutuhkan pasien Covid-19 di Jawa Timur, Reblood menjembatani PMI Gresik dengan perusahaan sponsor sehingga menghasilkan satu unit mesin apheresis.

"Jadi, sekarang Gresik sudah mulai membantu memproses plasma konvalesen lebih cepat untuk kebutuhan di Jawa Timur," ucap alumnus Institus Tekonologi Sepuluh Nopember itu.

CEO Reblood Leonika Sari mengungkapkan keterbatasan jumlah mesin apheresis menjadi kendala untuk melaksanakan transfusi plasma konvalesen. 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News