Ketika Bupati Sidoarjo Mengaku Malu pada Surabaya

Ketika Bupati Sidoarjo Mengaku Malu pada Surabaya
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah saat rapat membahas frontage road. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SIDOARJO - Raut kecewa tak bisa disembunyikan dari wajah Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Itu terkait lambannya pembangunan frontage road (FR). Dia minta dipercepat. Tahun ini seluruh pembebasan lahan harus tuntas. Dengan begitu, pembangunan fisik bisa dikerjakan tahun depan. Jalan sepanjang 9,2 km itu diharapkan rampung pada 2020. ''Saya malu dengan Surabaya. Di sana FR sudah jadi,'' ucap Saiful saat menghadiri rapat pembangunan FR di Pendapa Delta Wibawa kemarin. 

Wajar saja Saiful kecewa. Sebab, proyek jalan pendamping arteri primer itu digagas sejak 2013. Perencanaan dibuat. Selang setahun, pemkab melakukan pembebasan lahan. Sayang, dari total panjang jalan 9,2 km, baru 2,5 km yang sudah dibebaskan.

Pejabat 69 tahun tersebut menjelaskan, FR dirancang sebagai solusi kepadatan di Jalan Raya Waru hingga Buduran. Dia menuturkan, tidak sedikit warga yang mengeluhkan kemacetan jalan utama tersebut. Misalnya, warga yang hendak menuju bandara di Sidoarjo. Untuk sampai di bandara, dibutuhkan waktu hampir satu jam. ''Dulu hanya butuh waktu 10 menit sampai ke bandara. Sekarang harus pakai patwal. Itu pun setengah jam baru sampai,'' tuturnya.

Total lahan yang dibebaskan untuk FR mencapai 266 bidang. Tahun lalu pemkab membebaskan 18 bidang di Desa Sawotratap. Sisa 248 berkas rencananya dituntaskan tahun ini. Saat ini sebanyak 86 bidang sudah masuk tahap pembayaran.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sidoarjo Sigit Setyawan memaparkan sejumlah persoalan. Pembangunan FR terhambat karena dua hal. Pertama, ada lahan milik warga yang tumpang tindih dengan PT KAI. Jumlahnya 8 bidang. ''Lima kali turun ke lapangan, batas tanah dengan PT KAI selalu berubah,'' jelasnya. ''Kami sulit menentukan batasan,'' lanjutnya. 

Solusinya, Sigit meminta pendampingan kejaksaan. Yakni, diperbolehkan melakukan pembayaran untuk tanah yang masih bersengketa atau tidak. ''Kami juga akan kirim surat ke pemerintah pusat dan Kejaksaan Agung agar tidak salah dalam pembayaran,'' ucapnya.

Persoalan lainnya, ada empat pemilik lahan yang juga bermasalah. Setelah diukur, ada sisa tanah yang tidak ikut dibeli pemkab. Warga meminta pemkab membeli sisa tanah tersebut. Sigit menyatakan, dari hasil konsultasi dengan Kantor Pertanahan Sidoarjo, sisa tanah bisa dibeli asalkan tanah itu benar-benar tidak bisa dimanfaatkan, terjepit di dua ruas jalan. ''Tahun depan kami anggarkan,'' ujarnya.

Saat ini 86 berkas siap dibayar. Diperkirakan, dua minggu ke depan, ganti rugi berjalan. Berdasar informasi, harga per meter tanah mencapai Rp 5 juta hingga Rp 7 juta. ''Prinsipnya, ganti rugi justru menguntungkan warga,'' tuturnya. (aph/c20/ai) 

Selang setahun, pemkab melakukan pembebasan lahan. Sayang, dari total panjang jalan 9,2 km, baru 2,5 km yang sudah dibebaskan.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News