KH Hasan Makarim 24 Tahun Jadi Pendamping Terpidana Mati di Nusakambangan

Klien Pertama Dampingi Trio Bom Bali I

KH Hasan Makarim 24 Tahun Jadi Pendamping Terpidana Mati di Nusakambangan
TENANGKAN TERPIDANA: KH Hasan Makarim saat menemui Jawa Pos di rumahnya Minggu lalu (15/2). Foto: Ariski Prasetyo/Jawa Pos

Baru di ruang tengah sosok Hasan sebagai pemuka agama yang dihormati terlihat. Foto-foto ketika dia menerima penghargaan dari presiden dipajang. Selain itu, koleksi puluhan buku islami tertata rapi di dalam rak. Hal tersebut mencerminkan bahwa sang pemilik rumah merupakan intelektual muslim.

Hasan bisa berdakwah di kompleks Lapas Nusakambangan bukan lantaran faktor kebetulan. Awalnya, pada 1985, dia diajak seorang ulama senior Cilacap untuk mengajarkan ilmu agama di Lapas Nusakambangan. Ajakan itu tidak lantas dia terima. Hasan berpikir lama. Dia sempat ragu untuk menyanggupi ajakan tersebut atau tidak. Sebab, dia menyatakan belum siap membenahi akhlak penghuni lapas itu.

Setelah berpikir lama, baru enam tahun kemudian Hasan bisa memutuskan untuk ikut berdakwah di Nusakambangan. Bahkan, sampai kini dia masih aktif keluar masuk lapas-lapas di sana. ”Kuncinya ketulusan dalam memberikan ilmu,” tutur anggota Dewan Kehormatan Palang Merah Indonesia (PMI) Cilacap itu.

Sejak hukuman mati mulai diberlakukan di Indonesia, tugas Hasan pun bertambah. Dia tidak hanya berdakwah di depan para narapidana, namun juga ditugaskan sebagai pendamping terpidana mati. Khususnya bagi yang beragama Islam. Dia pun dengan ikhlas menjalankan tugas berat itu.

Karirnya sebagai pendamping terpidana mati dimulai ketika eksekusi hukuman mati terhadap trio pelaku bom Bali I. Yakni Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron. Sayangnya, dia tidak bersedia menceritakan bagaimana pengalamannya mendampingi tiga sekawan itu.

”Mohon maaf, saya tidak bersedia cerita soal itu. Yang lainnya saja ya,” ujarnya tanpa mau mengungkap alasan penolakan bercerita soal terpidana mati trio bom Bali I tersebut.

Terakhir, Hasan menjadi pendamping bagi terpidana mati kasus narkoba, yakni Rani Andriani alias Melisa Aprilia dan Namaona Denis, warga negara Malawi. Mereka dieksekusi mati bersama empat terpidana mati lainnya, Marco Archer Cardozo Mereira, Daniel Enemua, Ang Kim Soe, dan Tran Thi Han. Eksekusi dilangsungkan serentak di Nusakambangan dan Lapas Boyolali, Jawa Tengah, 18 Januari 2015 pukul 00.00.

Hasan mengatakan, seminggu sebelum hari H eksekusi, dirinya sudah harus mendampingi dua terpidana itu (Rani dan Namaona). Mereka diletakkan di sel isolasi. Tiap sel dihuni seorang terpidana. Setiap hari Hasan dengan tekun memberikan motivasi dan siraman rohani kepada keduanya.

Peran rohaniwan cukup membantu dalam proses melancarkan ”jalan” para terpidana mati menjelang eksekusi. Seperti yang dikerjakan KH Hasan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News