Khusnul Bomiyah

Oleh: Dahlan Iskan

Khusnul Bomiyah
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Ayah Khusnul seorang ustaz. Sang ayah sudah melarang anak wanitanya itu bekerja di Bali. Tetapi Khusnul tidak tahu harus bekerja apa di Sidoarjo.

Baca Juga:

Diam-diam dia gadaikan sepeda pancalnyi. Dia ke Bali. Dia bikin usaha sablon di sana. Nyali Khusnul memang tinggi. Dia pesilat handal Tapak Suci. Levelnyi ban hitam.

Ayahnyi sendiri yang menggembleng. Sang ayah juga seorang pendekar silat. Kesibukan utama sang ayah jadi penceramah agama di tingkat lokal. Wajahnya brewok. Jenggotnya panjang.

Khusnul juga seorang Bonek militan –Bonita, waktu SMA. Dia gemar nonton Persebaya ke Surabaya.

Saat bekerja di perusahaan sablon di Bali itu Khusnul dapat tawaran ke Taiwan. Jadi TKI. Kontraknyi tiga tahun. Tetapi hanya dia jalani empat bulan. Pekerjaan di sana tidak sesuai dengan yang dijanjikan: mengurus satu orang tua. Ternyata harus mengurus tiga rumah sekaligus.

Khusnul pun pulang paksa. Kembali ke Bali. Semua itu keterangan versi Khusnul.

Sekembali dari Taiwan dia bekerja di sebuah hotel kecil. Di bagian penerima tamu. Lalu kawin dengan pemuda asal Sidoarjo yang dia kenal di Bali.

Sang suami punya usaha sablon. Mereka pun dikaruniai dua anak. Laki-laki semua.

Nasib buruknya setelah bom Bali membuat Khusnul Chotimah ingin bertemu Mukhlas dan Amrozi –dua tokoh utama di balik bom Bali.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News