Khusnul Bomiyah

Oleh: Dahlan Iskan

Khusnul Bomiyah
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - DUA hari berturut-turut saya datang ke warung. Bersama jenderal polisi bintang tiga Boy Rafli Amar. Beliau pernah jadi kadiv Humas Mabes Polri dan kapolda Papua. Kini jadi kepala BNPT –Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Di warung itu saya bertemu banyak orang. Salah seorang di antaranya Khusnul Chotimah. Saya berbincang hampir 1,5 jam dengan wanita yang kini berusia 52 tahun itu.

Rasanya tidak ada wanita yang mendapat musibah lebih berat dari dia. Tetapi juga tidak ada yang punya jiwa lebih kuat dari dia. Saya ajak dia naik panggung. Minggu lalu. Di Warung NKRI di Kafe Hedon, Ngagel, Surabaya. Ada Dialog Kebangsaan di situ,

Baca Juga:

Tuhan memang tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan seseorang untuk menanggungnya. Tetapi hanya Khusnul Chotimah yang mampu menerima penderitaan seberat ini.

Dia tidak hanya jadi korban bom Bali. Sampai pun wajah dan tubuhnya luka bakar lebih dari 60 persen.

Dia harus menjalani face off tiga tahap. Badannyi. Kakinyi. Dan wajahnyi. Harus direkonstruksi ulang. Harus pula menjalaninya lebih 30 kali operasi.

Baca Juga:

Dia lahir di Sidoarjo, Jatim. Dari TK, SD, SMP, sampai SMA sekolah di  Muhammadiyah Sidoarjo. Yang di pusat kota itu.

Alumnus Muhammadiyah itu jadi korban bom yang diledakkan oleh orang yang mengaku berjuang untuk Islam.

Nasib buruknya setelah bom Bali membuat Khusnul Chotimah ingin bertemu Mukhlas dan Amrozi –dua tokoh utama di balik bom Bali.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News