Kisah Pilu Kakek Penjual Taplak Menjaga Jiwa Aleppo

Kisah Pilu Kakek Penjual Taplak Menjaga Jiwa Aleppo
Mohammad Shawash duduk dengan tenang di depan tokonya di Souk al-Jumruk, Kota Tua Aleppo, Syria. Foto: AFP

Shawash menjadi orang pertama yang membuka tokonya lagi di Souk al-Jumruk, pasar yang pernah dinobatkan sebagai yang terbesar di dunia.

Dulu di dalamnya ada 4 ribu toko dan karavanserai, tempat parkir berkapasitas sekitar 40 mobil karavan untuk istirahat pedagang maupun pelancong. Toko-toko di pasar itu selalu ramai dan tidak pernah sepi pengunjung.

Tetapi, semua berubah saat perang terjadi dan Aleppo dibombardir habis-habisan. Pasar yang dulu megah tersebut kini memang masih berdiri, tetapi dalam kondisi yang mengenaskan.

Puing-puing yang menunjukkan bekas serangan udara tampak di mana-mana. Beberapa bulan lalu sebagian pasar itu diperbaiki. November lalu area yang direnovasi tersebut dibuka untuk pedagang. Tetapi, area yang dipoles lagi oleh pemerintah Syria itu bukan yang ditempati Shawash saat ini.

Shawash harus bersabar. Tidak setiap hari ada pembeli di tokonya. Kadang seharian dia hanya duduk berjam-jam menanti pembeli yang tak kunjung datang dan akhirnya pulang dengan tangan kosong.

Hal itu berbanding terbalik dengan masa sebelum perang. Dulu dia bisa membuka toko dari pagi hingga malam dan selalu penuh pengunjung.

’’Dulu jalanan dipenuhi toko, restoran, penjual baju, karpet, furnitur, dan orang yang berlalu-lalang. Tapi, kini tidak ada sama sekali,’’ ucapnya.

Pada masa sebelum perang, setiap hari Shawash menghasilkan USD 1.000–1.500 (Rp 13,6 juta – Rp 20,3 juta). Namun, kini penghasilannya hanya cukup untuk membeli sepotong roti.

Setahun berlalu sejak perang di Aleppo berakhir, tapi kakek tua penjual taplak ini nekat bertahan demi menjaga jiwa kota tua tersebut

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News