Komunitas Tionghoa Gedung Gajah Berbenah Menjelang Imlek (2-Habis)
Donasi Terbesar dari Kantong Warga Kelas Menengah
Selasa, 13 Januari 2009 – 01:49 WIB
Kerusuhan Mei 1998 menjadi musibah sekaligus berkah bagi warga etnis Tionghoa di Solo, termasuk para anggota Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Semangat solidaritas membuat momen itu melahirkan hubungan antaretnis yang lebih cair dan memberi harapan.
LEO TEJA KUSUMA, Solo
MUSIBAH karena mereka menjadi ”sasaran tembak” utama para perusuh waktu itu. Berkah karena eksistensi PMS justru semakin ”moncer” segera setelah kerusuhan terjadi.
Banyak yang tak percaya bahwa salah satu kota pusat budaya Jawa itu bisa menjadi episentrum peristiwa kekerasan terbesar di luar Jakarta. Selama dua hari itu, 14-15 Mei, Kota Solo menjadi lautan api. Pusat perbelanjaan Matahari serta kawasan pertokoan di kawasan ”pecinan” di Coyudan dibakar massa.
Kerusuhan Mei 1998 menjadi musibah sekaligus berkah bagi warga etnis Tionghoa di Solo, termasuk para anggota Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS).
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor