Konsekuensi Penyiaran Digital, Hardly Stafeno: Konten Media Baru Harus Diatur

Konsekuensi Penyiaran Digital, Hardly Stafeno: Konten Media Baru Harus Diatur
Komisioner KPI Hardly Stefano Pariela (tengah) saat diskusi Forum Legislasi bertema “RUU Penyiaran: Bagaimana Masa Depan Digitalisasi Penyiaran di Indonesia?” di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (11/8). Foto: Dok. KPI

jpnn.com, JAKARTA - Realisasi digitalisasi penyiaran harus diikuti dengan kesiapan regulasi pengawasan konten media baru. Hal ini diperlukan sebagai konsekuensi terbangunnya tol virtual dari hasil pelaksanaan digitalisasi penyiaran akan membuat internet makin mudah diakses.

Dengan adanya digital deviden sebesar 112 Mhz pada penggunaan frekuensi, memungkinkan pemerintah menggerakkan sektor telekomunikasi untuk membangun infrastruktur internet berkecepatan tinggi. Bahkan memungkinkan untuk diterapkannya teknologi 5G, maupun perkembangan teknologi di masa depan. Akan tetapi keberadaan tol virtual juga akan berakibat pada luberan konten di media baru. 

“Jika selama ini televisi teresterial mendapatkan pengawasan, maka pengawasan serupa harus diberlakukan pada semua platform media baru. Karena perkembangan teknologi dan keberadaan tol virtual akan membuat penetrasi informasi dan hiburan melalui internet akan jauh lebih dominan dibandingkan televise,” kata Komisioner Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Hardly Stefano Pariela saat menjadi pembicara diskusi Forum Legislasi bertema “RUU Penyiaran: Bagaimana Masa Depan Digitalisasi Penyiaran di Indonesia?” yang berlangsung di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (11/8/2020) lalu.

Pada prinsipnya, menurut Hardly, KPI mendukung digitalisasi penyiaran. Namun yang terpenting, menurutnya bagaimana pengaturan konten media ketika digital deviden yang diharapkan pemerintah sudah terealisasi melalui digitalisasi.

“Harus ada treatment yang equal antara telekomunikasi dan penyiaran ketika penyiaran sudah menjalankan analog switch off (ASO),” tegasnya.

Senada dengan Hardly, Staf Menteri Komunikasi dan Informatika Prof Henry Subiakto yang menjadi narasumber pada acara tersebut menegaskan bahwa pengawasan di media baru juga harus diperhatikan.

“Bagaimana pun juga masa depan anak cucu kita tergantung pada pengawasan konten di ranah internet yang sampai saat ini belum ada pengaturannya,” ujar Henry.

Secara rinci, Henry menjelaskan tentang perencanaan pemerintah dalam merealisasikan penyiaran digital. Terlambatnya Indonesia melakukan digitalisasi penyiaran ternyata telah menghilangkan potensi pemasukan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Realisasi digitalisasi penyiaran harus diikuti dengan kesiapan regulasi pengawasan konten media baru. Hal ini diperlukan sebagai konsekuensi terbangunnya tol virtual dari hasil pelaksanaan digitalisasi penyiaran akan membuat internet makin mudah diakses.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News