Korupsi E-KTP: Kalau Nama Sudah Disebut, Implikasinya Luar Biasa

Firman berharap penyebutan nama itu tidak hanya sekadar name makes news. KPK mesti mencari pembuktian dari penyebutan tersebut.
Bila tidak, dikhawatirkan akan berdampak pada terjadinya penyesatan (misleading) pola pikir masyarakat tentang hukum, khususnya pidana korupsi.
”Kalau itu terjadi sulit memulihkanya. Rehabilitasi hal semacam itu tidak ada sampai saat ini,” ucapnya.
Jaksa KPK, kata dia, secara teknis sebenarnya tidak perlu menyebutkan nama yang belum bisa dipastikan turut melakukan korupsi.
Dalam konteks penguraian, komisi antirasuah bisa membagi proses ke dalam kualifikasi tertentu. ”Harus di-split untuk memastikan pelaku dulu dengan yang saksi, kualifikasi pelaku boleh di-judgment,” imbuh akademisi Universitas Krisnadwipayana Jakarta itu.
Ketua Asosiasi Pakar Hukum Pidana KUHP dan KUHAP Andi Hamzah menyatakan, nama yang masuk dalam pasal 55 itu mesti diadili setelah keluarnya putusan hakim berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Sebab, konstruksi pasal tersebut ingin menunjukan bahwa suatu perbuatan melawan hukum dilakukan secara bersama, bukan satu orang. ”Yang turut serta itu yang diadili,” tuturnya. (tyo)
Persidangan perkara korupsi e-KTP yang sudah memasuki tahap akhir menjadi pertaruhan bagi KPK.
Redaktur & Reporter : Soetomo
- Usut Kasus Dugaan Korupsi di Dinas PU Mempawah, KPK Sudah Tetapkan 3 Tersangka
- Ray Rangkuti Kritik Kinerja KPK, Kasus Hasto Dikejar, Tetapi Bobby Diundang Koordinasi
- KPK Periksa 3 Saksi Lagi untuk Kasus Cuci Uang Andhi Pramono
- Usut Korupsi Tol Trans-Sumatera, KPK Periksa Petinggi PT Indonesia Infrastructure Finance
- KPK Periksa 2 Anggota DPR Terkait Dugaan Tipikor Dana CSR Bank Indonesia
- Tim Hukum Hasto Bawa Bukti Dugaan Pelanggaran Penyidik KPK ke Dewas