KPU Tidak Boleh Jadikan Quick Count Jadi Dasar Perolehan Suara

KPU Tidak Boleh Jadikan Quick Count Jadi Dasar Perolehan Suara
KPU Tidak Boleh Jadikan Quick Count Jadi Dasar Perolehan Suara

jpnn.com - JAKARTA -- Pemilihan Legislatif (Pileg) sudah berlangsung 9 April. Namun dugaan pelanggaran masih menyeruak menyertai pesta demokrasi lima tahunan itu.

Salah satu indikasinya terlihat jelas dari dugaan korupsi dan dugaan manipulasi proyek e-KTP yang sengaja tidak diusut. Padahal ditengarai telah terjadi penerbitan e-KTP melebihi jumlah WNI yang memang berhak memegang e-KTP.

"Penerbitan e-KTP hingga puluhan juta exemplar banyaknya," kata Presidium Komite Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pertama, Rabu (16/4).

Masalah lain yang diduga menjadi penyebab pelanggaran pileg adalah pendistribusian e-KTP yang tidak jelas dan baru sebagian kecil tersalurkan. Pada saat bersamaan, terjadi pemusnahan blanko KTP lama yang tidak jelas mekanisme pelaksanaan, perhitungan, pengawasan dan pertanggungjawabannya.

"Penetapan jumlah DPT yang tidak sesuai dan melebih jumlah WNI berhak memilih hingga sampai 20-30 juta pemilih. Sementara itu, banyak kotak dan kertas suara yang hilang di berbagai daerah di seluruh Indonesia," ungkap Haris.

Haris juga menemukan kejanggalan dalam proses hitung cepat atau quick qount. Itu karena ada perbedaan mendasar dalam survei yang dilakukan beberapa sebelum survei dengan hasil quick count beberapa saat setelah penghitungan suara menunjukkan jug ada persoalan.

Ditegaskan, hasil hitung tidak dapat dipertanggujawabkan kebenaran dan kecenderungannya, baik dari aspek kaidah metode dan ilmu statistik ataupun aspek realitas politik.

"Maka Kamerad menuntut KPU menyatakan secara resmi dan terbuka untuk tidak menggunakan hasil hitung cepat sebagai dasar hasil perolehan suara, gambaran dan analisa atau apapun juga yang dapat menimbulkan kesalahapahaman rakyat terhadap hasil pemilu yang sebenarnya," tegas Haris. (abu/jpnn)


JAKARTA -- Pemilihan Legislatif (Pileg) sudah berlangsung 9 April. Namun dugaan pelanggaran masih menyeruak menyertai pesta demokrasi lima tahunan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News