Krisis Listrik di Pulau Buru, Raja dan Tokoh Masyarakat Mengadu ke Istana

Pengeringan padi terlambat dan penetapan telur juga banyak matinya.
"Ya, karena banyak padamnya listrik itu. Beli genset terlalu mahal," ungkap dia.
Raja Petuanan Kayeli Ibrahim Wael menambahkan, pihaknya sangat menyanyangkan terkait adanya persoalan tanah dan masalah hukum yang membuat masyarakat tidak mendapatkan haknya menerima listrik.
Dia meminta pemerintah pusat untuk segera menyelesaikan kasus tersebut.
Ibrahim Wael mengisahkan, pihaknya sudah sering membantu pemerintah.
Ada enam raja di Pulau Buru pernah memberikan secara ikhlas 500 ribu hektare pada 1966 untuk menjadi pembuangan PKI.
"Masalah lahan, kami tidak pernah menghambat. Kami para raja jadi bingung. Yang sekarang ini, masyarakat siap dengan ganti rugi. Kami trauma, jangan-jangan kami jadi tersangka. Kami tidak tahu masalah hukum," tegasnya.
Kedatangan mereka yang diterima Deputi I Bidang Infrastruktur Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai bentuk penyampaian sikap dan tuntutan kepada Presiden Jokowi, Jaksa Agung RI, dan Komisi III DPR RI.
Pihaknya meminta Presiden Jokowi dapat menyikapi permasalahan tersebut agar pembangunan PLTMG 10 MW di Pulau Buru dapat segera dilanjutkan, sehingga uang rakyat yang digunakan untuk pembangunan proyek tersebut tidak terbuang begitu saja. (tan/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Para Raja Petuanan Lilialy berserta tokoh masyarakat Pulau Buru mengadu ke Kantor Staf Presiden (KSP), terkait penyelesaian proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 MW di Namlea
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga
- Eks KSAL Ini Anggap Gibran bin Jokowi Tak Memenuhi Kriteria Jadi Wapres RI
- Roy Suryo Ungkap Ironi Laporan Jokowi, Dilayangkan Saat Hari Keterbukaan Informasi
- Gus Din Apresiasi Jokowi Membuat Laporan ke Polisi Soal Ijazah Palsu
- 5 Berita Terpopuler: Ada Uang Setoran Masuk, Banyak NIP CPNS & PPPK Terbit, Memalukan dan Tidak Elegan
- Polisi Didesak Proses Laporan Jokowi soal Kasus Ijazah Palsu
- Jokowi Lapor Polisi, Roy Suryo: Peneliti Seharusnya Diapresiasi, Bukan Dikriminalisasi