KUHAP Baru Diharapkan Tingkatkan Kepercayaan Publik pada Sistem Hukum

KUHAP Baru Diharapkan Tingkatkan Kepercayaan Publik pada Sistem Hukum
Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi (ADiHGI). Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Proses revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sedang dibahas Komisi III DPR ditargetkan selesai pada 2025. Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi (ADiHGI) mendorong revisi ini mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia.

"Revisi KUHAP harus memberi trust terhadap sistem hukum Indonesia. Kita minta DPR terus menerima masukan sebanyak mungkin dari berbagai elemen masyarakat dan institusi penegak hukum agar menghasilkan undang-undang yang baik," kata Ketua Umum ADiHGI, Edi Hasibuan, dalam keterangan pers, Rabu (7/5).

Edi menekankan pentingnya keseimbangan kewenangan antara aparat penegak hukum sesuai fungsi masing-masing.

"Polisi bertugas menyelidik dan menyidik, jaksa menuntut, hakim mengadili, dan advokat melakukan fungsi kontrol. Kami mengusulkan perlu diatur keseimbangan ini untuk hindari tumpang tindih kewenangan dan abuse of power," jelas dosen Universitas Bhayangkara Jakarta ini.

Hadir dalam kesempatan tersebut sejumlah pengurus ADiHGI daerah termasuk Tri Kurniawan (Jawa Tengah), Lusia Sulatri (Jakarta), Wagiman (Jawa Barat), Ariman Sitompul (Sumatera Utara), dan Sekretaris ADiHGI Indra Lorenly Nainggolan.

Tri Kurniawan menyambut baik revisi KUHAP dan mendorong penguatan peran advokat. "Jika saat ini advokat hanya bisa diam saat klien diperiksa, ke depan harus ada peran lebih penting termasuk mengawasi proses penyidikan dan penuntutan. Fungsi kontrol advokat perlu diperkuat untuk menciptakan keseimbangan peradilan," ujar praktisi hukum ini.

Sementara Lusia Sulatri menekankan perlunya penguatan hak tersangka dan terdakwa. "Asas praduga tak bersalah dan persamaan di depan hukum tidak boleh sekadar jargon, tapi harus menjadi landasan kerja penegak hukum. Perlindungan HAM tersangka harus jadi prioritas," tegas dosen FH Universitas Bhayangkara ini.

Lusia juga mengusulkan penguatan akses bantuan hukum bagi semua lapisan masyarakat dan penerapan prinsip speedy trial. "Persidangan bertele-tele hanya memicu transaksi perkara. Justice delayed is justice denied," tandasnya. (tan/jpnn)


Pentingnya keseimbangan kewenangan antara aparat penegak hukum sesuai fungsi masing-masing.


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News