Kumpulkan Dokumen Leluhur, Bikin Ruang Pamer di Perut Bukit

Kumpulkan Dokumen Leluhur, Bikin Ruang Pamer di Perut Bukit
Kumpulkan Dokumen Leluhur, Bikin Ruang Pamer di Perut Bukit
Kendati tiga kali kapalnya disita, Luu tidak putus asa. Awal tahun ini, seperti yang dia lakukan saat kapalnya kali pertama dan kedua disita, dia kembali beralih profesi. Kali ini dia memilih untuk bercocok tanam. Tak memusingkan dampak penyitaan kapalnya terhadap hubungan diplomatik Vietnam dan Tiongkok, dia lebih asyik menekuni profesi sebagai petani. Tujuannya dua. Anak dan istrinya bisa makan, dan dia bisa menabung untuk membeli kapal baru.

Luu butuh sedikitnya 300 juta dong (sekitar Rp 124 juta) untuk mendapatkan kapal baru. Karena tekun, dia hanya perlu menjadi petani sayur selama sekitar tiga bulan. Maret lalu, dia akhirnya kembali melaut. "Kami sangat gembira karena mendengar serigala lautan sudah kembali mencari ikan," kata seorang nelayan yang juga teman dekat Luu.

Setelah bisa kembali melaut, Luu pun tak memedulikan lagi insiden penyitaan kapalnya maupun sengketa wilayah di Truong Sa dan Hoang Sa. "Truong Sa dan Hoang Sa adalah bagian dari wilayah laut milik Vietnam. Kakek saya mencari ikan di sana. Ayah saya juga mencari ikan di sana. Sekarang, saya pun mencari ikan di sana. Itulah sejarah dan kedaulatan kami," tutur Luu saat ditemui di kapal barunya yang berlabuh di Pulau Ly Son di wilayah tengah Provinsi Quang Ngai. Menurut dia, tradisi yang lama berjalan di Truong Sa dan Hoang Sa sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa dua kepulauan tersebut adalah bagian dari wilayah Vietnam.

Penegasan hampir sama tentang kedaulatan Vietnam di Truong Sa dan Hoang Sa juga dilakukan secara bersahaja oleh Keluarga Dang. Penduduk An Hai di Distrik Ly Son, Provinsi Quang Ngai, itu tak menggunakan senjata dalam melawan klaim Tiongkok dan negara lain atas kepemilikan dua kepulauan kaya sumber alam tersebut. Mereka malah mengumpulkan dokumen berharga tentang perkembangan Kepulauan Hoang Sa sejak zaman nenek moyang.

Di tengah ketegangan di wilayah Kepulauan Spratly dan Paracel, warga pesisir Vietnam punya cara menyikapinya. Mereka merasa tidak perlu angkat senjata

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News