Langit Runtuh

Oleh Dahlan Iskan

Langit Runtuh
Dahlan Iskan (bertopi) di Beirut, Lebanon. Foto: Instagram/dahlaniskan19

Saya juga membayangkan Beirut Souk, mal termodern di sana. Yang tiap hari saya jalan-jalan di Souk itu. Yang kini tetap utuh tapi kaca-kacanya berantakan.

Kemarin, setelah empat hari, jelaslah asal usul peristiwa itu. Jelas juga bahwa Presiden Donald Trump sangat ngawur –yang buru-buru menyebut ledakan itu sebagai serangan.

Ternyata begitu sepele penyebab ledakan itu. Ini ibarat manusia satu kota minum air PDAM yang pipanya dibiarkan keropos kemasukan racun. Padahal posisi pipa itu di atas tanah, di depan mata.

Cerita agak lengkapnya begini: ini adalah kisah sedih kapal dari negara miskin, membawa barang dari negara miskin untuk dibawa ke negara miskin.

Tentu kapal itu sudah sangat tua: bikinan tahun 1984. Yang diangkut kapal itu adalah bahan baku peledak. Untuk perusahaan pembuat peledak di Mozambique, di pantai timur Afrika. Di seberang Pulau Zanzibar itu.

Rupanya ongkos angkut menjadi masalah. Mereka pun mencari ongkos angkut yang paling murah. Yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh kapal-kapal tua.

Perusahaan angkutannya pun dicari perusahaan yang mau banting harga. Yakni perusahaan kecil dari negara miskin Cyprus.

Perusahaan inilah yang terakhir membeli kapal tua itu. Yang sudah pindah tangan 12 kali itu.

Hukum harus ditegakkan biarpun langit runtuh. Tujuh tahun setelah Kapal Rhosus sandar di Pelabuhan Beirut langit memang tidak runtuh. Beirut yang runtuh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News