LaNyalla Bilang Penjajahan Ekonomi termasuk Pelanggaran HAM

LaNyalla Bilang Penjajahan Ekonomi termasuk Pelanggaran HAM
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti (tengah). Foto: Tim DPD

Menurut senator asal Jawa Timur itu penjajahan ekonomi dalam bentuk baru ini menyebabkan jutaan rakyat Indonesia kehilangan hak atas kesejahteraan. Padahal hak atas kesejahteraan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi. 

LaNyalla memberi satu contoh yang dialami Indonesia saat krisis moneter pada 1997-1998. Saat itu terjadi penandatanganan Letter of Intent IMF oleh Presiden Soeharto.

"Apakah penandatanganan saat itu selaras dengan konstitusi kita? Konstitusi kita jelas memproteksi rakyat Indonesia. Sementara IMF mensyaratkan penghapusan subsidi dan proteksi demi kepentingan pasar bebas. Siapa yang happy dari penandatanganan Letter of Intent IMF? Kita atau kapitalisme global?" kata LaNyalla.

Kewajiban negara dalam proses ratifikasi perjanjian internasional adalah untuk memastikan keselarasan dengan konstitusi dan mentransformasikan ke hukum nasional.

Namun, di era reformasi negara ini melakukan perubahan UUD secara total dari 1999 hingga 2002.

Perubahan itu justru membuka ruang bagi ‘penjajahan ekonomi’ wajah baru melalui liberalisasi ekonomi yang kapitalistik di Indonesia.

Dalam perubahan itu memang ada sepuluh pasal tentang HAM. Namun, hak atas kesejahteraan tergerus oleh daulat pasar.

LaNyalla menambahkan, dari perubahan konstitusi tersebut, kekuasaan negara terhadap kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan air, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak telah dilucuti, untuk diberikan kepada swasta dan asing.

LaNyalla pengin memperluas perspektif pembicaraan tentang HAM, tidak terjebak dalam koridor pelanggaran HAM masa lalu saja.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News