Lukas Enembe Pernah Trauma, Negara Harus Hati-Hati

Lukas Enembe Pernah Trauma, Negara Harus Hati-Hati
Gubernur Papua Lukas Enembe. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Penanganan kasus Gubernur Papua Lukas Enembe harus berhati-hati karena sebagai pejabat publik, orang nomor satu di provinsi itu pernah trauma dan sakit hati sehingga tidak percaya kepada negara.

Hal itu disampaikan akademisi Universitas Cenderawasih (Uncen) Papua Laus Deo Calvin Rumayom.

"Tak hanya hanya kasus Lukas Enembe, tetapi kasus para bupati lainnya di Papua harus ditangani secara khusus," kata Laus Deo Calvin Rumayom dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Karena itu, kata dia, jika terjadi kasus korupsi seperti ini, maka harus dijelaskan kepada masyarakat, bahwa kasus ini tidak ada hubungannya dengan soal pelanggaran HAM, tetapi murni kasus penyalahgunaan kewenangan.

Ketua Analisis Papua Strategis ini menjelaskan, kalau yang digaungkan misalnya jemput paksa, atau narasi-narasi tanpa penjelasan yang lebih spesifik, maka masyarakat akan mempunyai kesimpulan sendiri-sendiri.

Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus menjelaskan apa masalahnya sehingga tidak bisa menangkap atau menahan Lukas Enembe, apakah karena masalah keamanan atau soal alat bukti yang belum cukup.

“Persoalan Gubernur Papua ini adalah persoalan kita. Kita tidak boleh biarkan Bapak Lukas sendiri, tidak boleh biarkan Pemerintah Provinsi Papua ini sendiri, tidak boleh biarkan KPK bergerak sendiri, TNI-Polri bergerak sendiri,” jelasnya.

Dia melihat ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari peristiwa itu, yakni melahirkan sebuah konsep pembangunan Papua dengan satu perspektif baru, yaitu pendekatan antropologis, pendekatan filosofis, pendekatan partisipatif dan keterlibatan secara bersama-sama.

Gubernur Papua Lukas Enembe pernah trauma dan sakit hati sehingga tidak percaya kepada negara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News