Lumpuh sejak Umur 4 Tahun, Risnawati Sukses Berjuang Wujudkan Mimpinya (2-Habis)

Rela Nongkrongin Seharian di Kantor Menkeu

Lumpuh sejak Umur 4 Tahun, Risnawati Sukses Berjuang Wujudkan Mimpinya (2-Habis)
Lumpuh sejak Umur 4 Tahun, Risnawati Sukses Berjuang Wujudkan Mimpinya (2-Habis)
Sejak berdiri pada 1996, lembaga itu sudah mendistribusikan lebih dari 50.000 kursi roda di 69 negara. Meski memiliki misi sosial, Risna sempat kesulitan mendirikan UCPWFH Indonesia Rintangan bukan datang dari organisasi internasional yang akan menjadi donaturnya, tapi lebih kepada budaya dan birokrasi di Indonesia. ”Aneh, ya, negeri kita. Yang memberikan kursi roda untuk anak Indonesia malah orang asing,” kata Risna.

Dia lantas menceritakan ihwal berdirinya lembaga yang dipimpinnya itu. Pada 2008, Risna yang baru lulus S-2 dari Brandeis University di Waltham, AS, pulang ke Indonesia dan melakukan penelitian di daerah asalnya, Gunung Kidul, Jogja.

Dari 50 kasus difabel yang dia teliti, hampir setengahnya disebabkan kesehatan reproduksi si ibu yang buruk. ”Bahkan, ada keluarga yang tiga anaknya lumpuh semua,” katanya. Kenyataan lain yang menyedihkan adalah budaya masyarakat yang menganggap difabel sebagai aib. Orang tua kadang masih ”menyembunyikan” anaknya yang difabel.

Terkadang masyarakat juga masih memandang sebelah mata bahwa difabel tidak bisa apa-apa. ”Apa dosa difabel?” keluh Risna. Apalagi, kebijakan pemerintah yang belum berpihak kepada difabel. ”Sampai saat ini konvensi hak difabel belum diratifikasi pemerintah,” tambah aktivis yang memiliki jaringan advokasi hak-hak difabel di seluruh negara berkembang itu.

Dari penelitian itulah, disusun proposal yang selanjutnya diajukan kepada UCPWFH di AS agar membuka cabang di Indonesia. Bersama David Richard, presiden UCP Internasional, Risna memformulasikan program UCP Indonesia dan mencari gedung untuk berkantor. Pilihan jatuh ke eks gedung registrasi UGM, Jalan Kaliurang Km 4,5, Sumilir, Jogjakarta. UCP lebih memprioritaskan bantuan kepada anak-anak yang tidak mampu.

Risnawati Utami prihatin. Sebab, menurut data WHO, jumlah anak yang menderita cacat alias difabel (different ability) di Indonesia 6,4 juta orang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News