Mahasiswa Indonesia Menyambut Pelonggaran Pembatasan Jam Kerja di Australia Meski Masih Butuh Dukungan Lebih
Fanny yang mengambil jurusan Advanced Diploma in Hospitality tersebut kini bekerja di dua tempat bidang perhotelan, yaitu sebuah toko 'Fish and Chips' dan restoran Jepang.
Dengan dilonggarkannya batas jam kerja ini, Fanny mengatakan mahasiswa tidak perlu mencari pekerjaan "gelap" yang dibayar tunai dan di bawah standar gaji minimum.
"Dengan ini saya bisa kerja di dua tempat tanpa harus mencari kerjaan yang dibayar tunai," kata Fanny kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
"Karena kalau masih kerja [dengan] bayaran tunai sebenarnya susah dan banyak majikan yang memanfaatkan mahasiswa dengan membayar rendah."
Pelonggaran ini juga memudahkan Fanny karena bisa "mendapatkan bayaran lebih baik tanpa harus memilih salah satu tempat kerja".
“Kalau dulu karena hanya 20 jam, otomatis kalau kita mau cari tambahan kerja yang resmi yang membayar pajak, kita harus melepas salah satunya,” kata dia.
'Mengatur waktu sehingga tidak mengganggu kuliah'
Keputusan baru ini juga menyumbang kebahagiaan bagi mahasiswi Indonesia lainnya, Jennifer Nio, yang berasal dari Cikarang, Jawa Barat.
Sejak lima bulan terakhir, mahasiswi yang memulai pendidikannya di Melbourne tahun 2019 ini bekerja di sebuah restoran Jepang yang menyajikan ramen di pusat kota Melbourne.
Dengan perbatasan internasional kemungkinan baru akan dibuka di pertengahan tahun 2022, pemerintah Australia mengeluarkan pelonggaran bagi mahasiswa internasional untuk bisa bekerja selama lebih dari 40 jam seminggu
- Bakamla RI Menjemput 18 Nelayan Indonesia di Australia, Lihat
- Dunia Hari Ini: Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi, 37 Orang Tewas
- Verifikasi dengan Swafoto Bersama Kartu Identitas: Seberapa Aman dan Bisa Diandalkan?
- Polda NTT Periksa 6 WNA Asal Tiongkok
- Dunia Hari Ini: Surat Kabar Inggris Digugat Pangeran Harry
- Apa yang Menyebabkan Dwi Kewarganegaraan Indonesia sekadar Wacana?