Mahfud

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Mahfud
Mahfud MD. Foto: M. Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

Bukan sekali ini saja Mahfud membuat pernyataan kontroversial atau paradoksal. Beberapa waktu yang lalu dia mengatakan korupsi di Indonesia sekarang jauh lebih parah dibanding zaman Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

Pada zaman Orde Baru, kata Mahfud, korupsi terjadi di sentral kekuasaan di Jakarta. Skala korupsinya juga tidak sebesar saat ini.

Korupsi ratusan juta saja sudah menjadi berita besar. Karena pemerintahan Orde Baru bersifat sentralistis maka korupsinya juga sentralistis, terpusat di Jakarta saja.

Beda dengan korupsi di era Reformasi. Kata Mahfud, sekarang ini korupsi terjadi di pusat kekuasaan dan menyebar luas ke daerah-daerah.

Hal itu terbukti dengan banyaknya menteri dan anggota DPR RI yang ditangkap karena korupsi. Banyak pula kepala daerah mulai gubernur sampai bupati dan wali kota yang dicokok KPK.

Pernyataan Mahfud itu bak menepuk air di dulang tepercik muka sendiri. Dengan pernyataan itu, Mahfud mengonfirmasi bahwa korupsi di era Jokowi juga lebih buruk dibanding era Orde Baru.

Sebagai bagian dari rezim Jokowi, Mahfud tentu saja ikut menanggung dosa dari korupsi yang marak ini.

Pada kesempatan lain Mahfud mengatakan 92 persen pelaksanaan pilkada di Indonesia didanai oleh cukong alias bandar politik. Lantaran biaya politik didapat dari cukong, maka calon kepala daerah setelah terpilih harus membayar utang biaya politik itu.

Harus dipastikan dulu, Mahfud ingin jadi presiden Republik Indonesia atau Republik Madura. Maklumlah, Mahfud asli Sampang, Madura, dan orang Madura biasanya suka bercanda.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News