Mahmoed Marzuki, Kaki Diikat, Kepalanya di Bawah, Dicambuk

Kisah Pahlawan yang Wafat di Usia Muda

Mahmoed Marzuki, Kaki Diikat, Kepalanya di Bawah, Dicambuk
Seorang bocah membawa Bendera Merah Putih di Sungai Kalianyar, Solo, Kamis, 17 Agustus 2017. Ilustrasi Foto: Arief Budiman/Radar Solo/JPNN.com

Mahmoed Marzuki ikut dalam pengibaran bendera ini. Saat upacara, ikut juga ribuan masyarakat dari Lima Koto: Kuok, Bangkinang, Salo, Air Tiris, Rumbio.

"Sebelum upacara, mereka bersama-sama pawai berjalan kaki dari Air Tiris. Pakai drum band juga. Kalau tidak salah, ada enam alat drum bandnya saat itu," kata Latif.

Namun, saat pengibaran bendera ini, mereka terus dibayang-bayangi ancaman tentara Belanda dan Jepang.

Ada ribuan banyaknya tentara yang mengawasi pergerakan mereka. Kemana pergi, diawasi. Terutama Mahmoed Marzuki, yang dianggap sebagai otak pergerakan ini.

Usai upacara digelar, Mahmoed Marzuki kembali ke Muara Jalai untuk mengadakan rapat. Mereka membahas strategi mengusir penjajah.

Tapi, rapat yang mereka gelar ini tercium oleh balatentara asing. Balai adat tempat mereka rapat, dikepung. Dihujani dengan peluru dari ratusan senjata. Dibakar juga. Termasuk rumah-rumah warga di sekitar, dihanguskan.

"Saat itu, ada enam pejuang yang ada di balai adat itu meninggal dunia," kata dia.

Beruntung, Mahmoed Marzuki bisa selamat dari hujan tembakan itu. Dia kabur ke rumah temannya di sekitar itu. Bersembunyi di sana.

Di Riau, Kampar khususnya, Mahmoed Marzuki membentuk semacam pergerakan pejuang. Anggotanya ada juga yang tergabung dalam Harimau Kampar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News