Manguni si Burung Misterius, Terlihat Lagi Setelah 1,5 Abad

Manguni si Burung Misterius, Terlihat Lagi Setelah 1,5 Abad
Burung Celepuk Siau yang dinyatakan punah ditemukan warga di Kelurahan Tarorane, Lingkungan II, tepatnya di Pasar Ampera, Kecamatan Siau Timur. Foto: Don Papuling/Manado Post

Manguni berasal dari ’’mauni’’ yang dalam bahasa setempat berarti ’’mengamati’’.

Diberi nama demikian karena manguni bertugas berjaga saat malam. Tak boleh tidur. Demi keselamatan anak-cucu Toar-Lumimuut alias nenek moyang warga Minahasa.

Ada tiga jenis celepuk di Sulawesi. Celepuk siau, celepuk sangihe, dan celepuk sulawesi. Berdasar data di RMNH, celepuk siau diketahui hanya hidup terbatas di Pulau Siau. Dan, mungkin juga di pulau kecil sekitarnya.

’’Namun, pencarian yang dilakukan sejak 1998 hingga sekarang belum berhasil mencatat perjumpaan terhadap spesies ini,’’ ujar Marthin.

Berdasar hasil survei pada 2012 yang dilakukan Birdlife International 2012, jumlah celepuk siau saat ini diperkirakan hanya tersisa 50 ekor. Buyung malah menduga jumlahnya lebih sedikit lagi: sekitar 20 ekor saja.

Kemisteriusannya bahkan sampai mengundang ketertarikan sejumlah peneliti asing. Di antaranya dari Belanda dan Jerman.

’’Burung ini masuk sebagai spesies kritis yang terancam punah,’’ tuturnya.

Masyarakat Siau mengenal burung endemik itu dengan istilah momeong yang berarti menyerupai kucing. Tapi, sama sekali tak ada dokumentasi visual maupun tertulis tentangnya.

Manguni diyakini sebagai burung ciptaan Opo Empung Wananatas atau roh paling atas yang menguasai langit dan bumi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News