Maryani dan Ponpes Khusus Waria di Jogjakarta
Cari Sangu sebelum Naik Keranda
Kamis, 03 Maret 2011 – 08:08 WIB
Awal didirikan, ponpes tersebut memiliki 35 "santri". Yang mondok bukan hanya kaum transgender. Ada pula kaum gay dan lesbian. "Tapi, sekarang hanya tinggal 20 waria yang aktif. Teman-teman gay dan lesbian sudah tidak ada," ungkap waria 51 tahun yang membuka salon di rumahnya tersebut.
Selain Jogja, waria-waria yang menjadi "santri" di Ponpes Al-Fatah datang dari berbagai kota di Indonesia. Di antaranya, Surabaya, Mataram, Medan, dan Bandung. Mereka mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, penata rambut di salon, pegawai PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), perajin perak, aktif di LSM, dan sebagainya. Tapi, ada juga yang masih senang "keluar malam".
Mereka memang tidak menetap di rumah Maryani yang tidak begitu besar. Namun, setiap hari mereka datang ke pondok Maryani mulai pukul 17.00 hingga esoknya. Selama di pondok itulah mereka diajak menjalankan ibadah bersama-sama. Misalnya, salat berjamaah, belajar membaca Alquran, dan salat malam.
"Ketika magrib, kami salat berjamaah, dilanjutkan membaca salawat nariyah, Al Fatihah 100 kali, lalu salat Isya dan belajar membaca Alquran mulai alif, ba?, ta?," jelas Maryani.
Dua petak ruangan kecil di rumah Maryani, kawasan Notoyudan, Jogjakarta, kalau malam disulap menjadi tempat salat. Beberapa ruangan di belakang rumahnya
BERITA TERKAIT
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor