Media Amerika Serikat Menggambarkan Jokowi & Gibran Merusak Demokrasi

Pencalonan Gibran sebagai cawapres juga menuai polemik, karena harus melewati drama di Mahkamah Konstitusi, yang berakhir dengan pencopotan pamannya Gibran, yakni Anwar Usman dari kursi Ketua MK.
Jokowi berusaha menangkis kritik terhadap manuver politik tersebut, dengan bercanda bahwa hal seperti itu bak drama Korea.
"Akhir-akhir ini disuguhi terlalu banyak drama, terlalu banyak drama Korea, terlalu banyak sinetron,” katanya dalam acara Golkar.
Namun, banyak analis yang menuding Jokowi mendalangi tontonan semacam itu dari balik layar selama bertahun-tahun, dengan tujuan untuk memperluas pengaruhnya setelah masa jabatannya berakhir.
“Ini bukan drama. Ini adalah rekayasa yang direncanakan,” kata seorang dosen di Universitas Indonesia Titi Anggraini.
Dosen di Murdoch University, Perth Ian Wilson mengamini hal tersebut. “Dia (Jokowi) pengin memberi kesan tidak terikat karena itu gaya politiknya, tetapi dialah yang paling mendukungnya,” ujarnya.
Wilson yang telah lama mempelajari Indonesia, menggambarkan manuver Jokowi sebagai bagian dari tren anti-demokrasi.
“Jokowi punya kecenderungan otokratis, begitu juga dengan Prabowo," katanya.
Di Solo atau Surakarta, kota yang dipimpin Gibran bin Jokowi, sebagian calon pemilih belum terkesan dengan pencalonan Gibran.
- Ingin Kunjungi Arab Saudi, Prabowo Berencana Bangun Perkampungan Haji Indonesia
- Beri Kuliah Program Doktor, Bamsoet Ingatkan Pentingnya Keseimbangan Demokrasi dan Hukum
- Letjen Kunto Anak Pak Try Batal Dimutasi, Ini yang Terjadi
- Surat Ini Bikin Mutasi Letjen Kunto Arief Dianggap Bermuatan Politis
- Dukung Prabowo 2 Periode, Idrus Golkar Usul Pembentukan Koalisi Permanen
- Versi Pengamat, Prabowo Tak Merestui Mutasi Letjen Kunto Arief