Mekanisme Banding Titik Terlemah Penagihan Pajak

Mekanisme Banding Titik Terlemah Penagihan Pajak
Mekanisme Banding Titik Terlemah Penagihan Pajak
JAKARTA - Terungkapnya pat gulipat pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, penelaah keberatan dan banding di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementrian Keuangan, menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana reformasi birokrasi di instansi tersebut berjalan. Sebab, perombakan sistem dan gaji besar bagi pegawai ternyata tidak cukup untuk memusnahkan kongkalikong aparat pajak dengan wajib pajak.

Pengamat Perpajakan Kodrat Wibowo mengatakan, mekanisme banding menjadi titik lemah sistem penagihan pajak. Ini karena banding melibatkan pihak di luar DJP, yakni pengadilan pajak. "Kalau sudah banding banyak pihak yang bermain. Potensi terjadinya penyelewengan menjadi besar," kata Kodrat, Jumat (2/4).

Banding melalui pengadilan pajak merupakan pintu akhir bagi WP terkait kewajiban yang harus dibayar. Hakim pengadilan pajak, kebanyakan berasal dari pensiunan pegawai DJP dan Direktorat Bea dan Cukai. Para pensiunan tersebut memiliki konflik kepentingan yang cukup tinggi, karena bisa jadi pernah berhubungan dengan WP saat masih aktif menjadi pegawai. Pengadilan pajak, secara administratif berada di bawah Kementrian Keuangan. Namun, pembinaan hakim berada di bawah Mahkamah Agung.

Sesuai UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), WP memang memiliki hak mengajukan keberatan dan banding. "Biasanya yang paling banyak tentang penghitungan PPN (Pajak Pertambahan Nilai)," kata Kodrat. Mekanisme penghitungan PPN memang sangat kompleks, karena juga memperhitungkan pihak lain. Contoh sederhana, sebuah toko harus memotong PPN dari barang yang ia jual. Pembayar PPN adalah pembeli barang. Pemilik toko adalah pihak pemotong yang harus menyetor ke DJP. Jika jumlah yang disetor dinilai tidak benar, DJP berhak melakukan pemeriksaan.

JAKARTA - Terungkapnya pat gulipat pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, penelaah keberatan dan banding di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementrian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News