Meletakkan Konstitusi dalam Proses Demokrasi dan Pemilu di Indonesia

Oleh: Jazilul Fawaid (Wakil Ketua MPR RI)

Meletakkan Konstitusi dalam Proses Demokrasi dan Pemilu di Indonesia
Wakil Ketua Umum DPP PKB yang juga Wakil Ketua MPR RI, H. Jazilul Fawaid SQ, MA. Foto: Humas MPR for JPNN.com

Apakah demokrasi yang telah berjalan di era post-reform saat ini telah sejalan dengan kaidah-kaidah yang digariskan konstitusi?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini tidak hanya terkait dengan konteks demokrasi saja secara umum, tapi juga berlaku untuk hal-hal yang sifatnya derivatif dari demokrasi, seperti pemilihan umum.

Mereka yang mempertanyakan ini merasa cemas bahwa konstitusi akan bersifat nilai semantik belaka seperti era orde lama dan orde baru, namun tidak dijalankan secara konsisten dan konsekuen.

Penempatan konstitusi secara nilai semantik belaka tentu saja bertolak belakang dengan spirit reformasi yang menghendaki konstitusi berlaku secara ideal dan substantif.

Memaknai konstitusionalisme

Sebelum masuk pada diskursus mengenai kualitas demokrasi dan pemilihan umum di Indonesia hari ini dalam konteks relevansi dan kesesuaiannya dengan konstitusi, ada baiknya kita semua menelaah kembali diskursus mengenai konstitusi dan konstitusionalisme sebagai pemahaman awal atau pengantar sebelum masuk pada analisis teknis mengenai demokrasi dan pemilihan umum tersebut.

Konstitusionalisme dimaknai sebagai sebuah paham sekaligus panduan tentang pentingnya pembatasan kekuasaan negara atau pemerintah melalui konstitusi.

Pemaknaan ini secara implisit menegaskan dua hal.

Pertama, konstitusi adalah sebuah norma atau kaidah, sedangkan konstitusionalisme adalah aktualisasi nyata berdasarkan norma atau kaidah tersebut.

Daulat rakyat yang akan menentukan apakah perdebatan mengenai amendemen konstitusi memungkinkan untuk dilaksanakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News